Sabtu, 29 Desember 2012

Andi Taufan Tiro, Politisi Muda yang Kreatif

ATT (Andi Taufan Tiro), politisi muda, wirausahawan, profesional, yang kini maju sebagai Calon Bupati Kabupaten Bone (2013-2018), adalah putera asli kelahiran Bone, Sulawesi Selatan. Bersama Partai Amanat Nasional (PAN), jaringan pendukung, dan kekuatan politik lain, dirinya terus bekerja keras dan cerdas. Agar bisa lolos sebagai pemenang. Sokongan penuh juga berasal dari pendampingnya, Calon Wakil Bupati Kabupaten Bone, yaitu Andi Promal Pawi. Sungguh, dua nama ini, yang dikenal dengan inisial ATT-PRO, adalah energi besar dalam menggerakkan aneka perubahan di Bone. Karena menggabungkan dua kombinasi penting dalam menghela pembangunan, yaitu politisi-profesional dengan birokrat-pengabdi publik.

Andi Taufan Tiro
Saat ini, Andi Taufan Tiro tercatat sebagai Anggota DPR RI, Fraksi PAN. Beliau mengabdi di Komisi V DPR RI, yang membidangi infrastruktur, perumahan rakyat, perhubungan, BMKG, dan pembangunan daerah tertinggal.Sebelum menyandang status legislator (anggota DPR), Andi Taufan Tiro adalah pengusaha dan profesional muda. Kiprahnya berpijak di dua poros, yaitu di daerah (Makassar dan Bone) dan di pusat (Jakarta). Hingga itu, tak heran namanya beredar di mana-mana. Sosoknya pun dikenal sebagai wirausahawan muda yang ulet, tangguh, dan kreatif. Sejatinya, semua petik kemampuan yang ia raih, tak datang tiba-tiba. Melainkan berasal sedari muda.

Sejak masa belia, Andi Taufan Tiro dikenal sebagai anak yang suka belajar. Disiplin dalam menekuni ilmu. Meski sebagaimana anak-anak seusianya, ia juga terkenal bandel. Hingga itu, dikalangan sanak-saudara, ia tak selalu dipanggil dengan nama aslinya, melainkan juga dengan sebutan Anak yang nakal.

Berikutnya, di masa remaja dan muda, ketekunannya untuk belajar dan mencintai pengetahuan tak pernah bergeser. Anehnya, hal ini juga diikuti oleh kenakalannya yang kian menjadi. Ia terkenal sebagai pelajar yang “bergaul” di kalangan kelompok yang suka bikin onar. Tapi tentu, ada batas dan prinsip tertentu, yang tak pernah ia langgar. Misalnya, tak pernah berani mencederai amanat orang tua.

Masa pencarian jati diri itupun berlanjut ketika duduk di kursi perguruan tinggi. Kadar emosionalnya mulai sedikit matang, meski kiprah sebagai anak muda yang gaul tetap berlangsung. Namun satu hal yang di saat itu sudah jelas: ia mencintai ilmu-ilmu eksakta. Tak ayal, ia pun cukup mudah mengikuti aneka mata kuliah di Fakultas Teknik, di salah satu perguruan tinggi di Makassar.

Melihat profil singkatnya itu, tak heran jika Andi Taufan Tiro kini berkibar sebagai politisi muda yang selalu menggerakkan aspirasi perubahan dan perbaikan. Lantaran ia memiliki latar keilmuan yang sepadan, juga perjalanan hidup yang keras penuh tantangan, serta jejak profesionalitasnya yang membutuhkan kecerdasan berkreasi.
Read More

Jumat, 28 Desember 2012

Febrian Adhitya, Putra Bone Sukses di Sinema

Febrian Adhitya
Satu lagi karya anak bangsa yang harus diberikan apresiasi. Febrian Adhitya kelahiran  Bone, 02 Februari 1972. Dia dibesarkan di Desa Pattimpa, Kecamatan ponre dan dia menghabiskan masa kecilnya di kampung tersebut.

Febrian Adhitya menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Pattimpa dan SLTP-nya juga di desa tersebut. Febrian yang dikenal semasa kecilnya namanya Herman melanjutkan pendidikan menengah atas di SUMP Waetuo, Kecamatan Tanete Riattang Timur.

Setelah tamat di SUMP Waetuwo, hati Febrian bergejolak dan membuang diri di Jakarta. “Saya membuang diri di Jakarta setelah tamat di SUMP dan di Jakarta.” Ungkapnya saat Lounching Film di Kecamatan Ponre, Selasa (3/4).

Lanjut dia menceritakan, di Jakarta dia dipungut oleh ‘Orang Film’ dan dibesarkan bahkandisekolahkan oleh orang itu. “Dia adalah H. Berti Ibrahim,” sambungnya sambil melirik kea rah H. Berti yang duduk di sebelahnya.
    
Febrian menceritakan pengalamannya dengan meneteskan air mata. “ saya disekolahkan oleh H. Berti Ibrahim sampai berhasil meraih gelar Master (S.2) Sinematografi. Dari perjalanan hidup saya, saya banyak bergaul dengan dunia perfilmandan akhirnya saya bias jadi sutradara dan produser sekaligus actor. Sekarang bekerja sebagai staf Ahli Kementrian Pariwisata dan ekonomi kreatif,” kuncinya.

Sumber : Tribun Bone
Read More

Jumat, 07 Desember 2012

Raja Bone VI (La Uliyo Bote’E 1543 – 1568)

La Uliyo Bote’E menggantikan ayahnya La Tenri Sukki sebagai Mangkau’ di Bone. Digelar Bote’E karena dia memiliki postur tubuh yang subur (gempal). Konon sewaktu masih kanak-kanak ia sudah kelihatan besar dan kalau diusung, pengusung lebih dari tujuh orang. La Uliyo dikenal suka menyabung ayam, kawin dengan We Tenri Wewang DenraE anak Arung Pattiro MaggadingE dengan isterinya We Tenri Sumange’. Arumpone inilah yang pertama didampingi oleh Kajao Laliddong. Dia pulalah yang mengadakan perjanjian dengan KaraengE ri Gowa yang bernama Daeng Matanre. Dalam perjanjian tersebut dijelaskan Sitettongenna SudengngE – Lateya Riduni di Tamalate.

”Kalau ada kesulitan Bone, maka laut akan berdaun untuk dilalui oleh orang Mangkasar. Kalau ada kesulitan orang Gowa, maka gundullah gunung untuk dilalui orang Bone. Tidak saling mencurigai, tidak saling bermusuhan Bone dengan Gowa, saling menerima dan saling memberi, siapa yang memimpin Gowa, dialah yang melanjutkan perjanjian ini, siapa yang memimpin Bone dialah yang melanjutkan perjanjian ini sampai kepada anak cucunya. Barang siapa yang mengingkari perjanjian ini, pecahlah periuk nasinya – seperti pecahnya telur yang jatuh ke batu”.

Arumpone inilah yang mengalahkan Datu Luwu yang tinggal di Cenrana. Pada masa pemerintahannya pulalah Bone mulai dikuasai oleh Gowa. Dalam lontara’ dijelaskan bahwa KaraengE ri Gowa duduk bersama Arumpone di sebelah selatan Laccokkong. Pada saat itu antara orang Bone dengan orang Gowa saling membunuh. Kalau orang Gowa yang membunuh, maka Arumpone yang mengurus jenazahnya. Begitu pula kalau orang Bone yang membunuh, maka KaraengE ri Gowa yang mengurus jenazahnya. Arumpone ini pula yang menemani KaraengE ri Gowa pergi meminta persembahan orang Wajo di Topaceddo. Setelah genap 25 tahun menjadi Mangkau’ di Bone, dikumpulkanlah seluruh orang Bone. Setelah semuanya berkumpul, disampaikanlah bahwa,”Saya akan menyerahkan Akkarungeng ini kepada anakku yang bernama La Tenri Rawe”.

Mendengar pernyataan Arumpone tersebut, seluruh orang Bone setuju. Maka dilantiklah anaknya menjadi Arumpone. Acara pelantikan itu berlangsung meriah selama tujuh hari tujuh malam.Karena kedudukannya sebagai Arumpone telah diserahkan kepada anaknya, maka La Uliyo Bote’E hanya bolak balik antara isterinya di Bone dengan isterinya di Mampu.La Uliyo Bote’E pernah memarahi kemenakannya yang bernama La Paunru dengan sepupunya yang menjadi Arung Paccing yang bernama La Mulia. Keduanya pergi meminta bantuan kepada Kajao Laliddong agar diminta maafkan. Tetapi sebelum rencana itu terlaksana, La Uliyo Bote’E pergi ke Mampu untuk menyabung ayam. Tiba-tiba ia melihat kemenakannya dan sepupunya membuat hatinya semakin dongkol. Ia pun segera kembali ke Bone.La Paunru dan La Mulia berpendapat lebih baik kita menyerahkan diri kepada Kajao Laliddong di Bone untuk selanjutnya diminta maafkan kepada Bote’E. Makanya setelah Bote’E meninggalkan Mampu, keduanya mengikut dari belakang.

Setelah sampai di Itterung, La Uliyo Bote’E menoleh ke belakang, dilihatnya La Paunru bersama La Mulia berjalan mengikutinya. Karena disangkanya La Paunru dan La Mulia berniat jahat terhadapnya, maka ia pun berbalik menyerangnya. La Paunru dan La Mulia walaupun tidak bermaksud melawan, namun karena terdesak oleh serangan La Uliyo akhirnya keduanya terpaksa melawan. Dalam perkelahian tersebut, baik La Paunru maupun La Uliyo tewas di tempat, sedangkan La Mulia dibunuh oleh orang yang datang membantu La Uliyo.Sejak itu, digelarlah La Uliyo Bote’E MatinroE ri Itterung. Adapun anak La Uliyo Bote’E dari isterinya yang bernama We Tenri Wewang DenraE, adalah La Tenri Rawe BongkangE. Inilah yang menggantikannya sebagai Mangkau’ di Bone. La Tenri Rawe kawin dengan We Tenri Pakiu Arung Timurung MaccimpoE. Anak berikutnya adalah La Inca, dialah yang menggantikan saudaranya menjadi Mangkau’ di Bone. La Inca kawin dengan janda saudaranya, We Tenri Pakiu Arung Timurung MaccimpoE. Anaknya yang berikut, We Lempe yang kawin dengan sepupu dua kalinya yang bernama La Saliwu Arung Palakka, anak dari We Mangampewali I Damalaka dengan suaminya La Gome. Dari perkawinan ini lahirlah La Tenri Ruwa Arung Palakka MatinroE ri Bantaeng.

Selanjutnya We Tenri Pakkuwa, kawin dengan La Makkarodda To Tenri Bali Datu Mario. Sesudah We Tenri Pakkuwa adalah We Danra MatinroE ri Bincoro. Tidak disebutkan turunannya dalam lontara.’ Adapun anak La Uliyo Bote’E dari isterinya yang bernama We Tenri Gau Arung Mampu adalah We Balole I Dapalippu. Inilah yang kawin dengan paman sepupu ayahnya yang bernama La Pattawe Arung Kaju MatinroE ri Bettung, anak dari saudara La Tenri Sukki MappajungE yang bernama La Panaongi To Pawawoi Arung Palenna dengan isterinya We Tenri Esa’ Arung Kaju. Sesudah We Balole adalah Sangkuru’ Dajeng Petta BattowaE Massao LampeE ri Majang. Dia digelar pula sebagai Arung Kung, tidak disebutkan keturunannya dalam lontara’.
Read More

Senin, 03 Desember 2012

Goa Mampu, Goa yang Terkutuk

Goa Mampu adalah gua terluas di Sulawesi Selatan, legenda gua Mampu ini jauhnya kira-kira 140 km dari kota Makassar dalam penambahan untuk stalagmites dan stalagtites terdapat susunan batu yang mirip dengan sosok manusia dan binatang, semuanya memiliki legenda yang nyata.Gua yang terletak di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan ini, tidak hanya sekedar gua. Terlebih buat masyarakat di sekitar Gua Mampu, demikian nama gua ini. Gua Mampu, sarat dengan cerita legenda yang begitu dipercaya.

Akses Masuk Menelusuri Goa Mampu
Gua Mampu yang luasnya sekitar 2000 meter persegi, terletak di Desa Cabbeng, Kecamatan Dua Boccoe, yang berjarak 34 kilometer dari Watampone, ibukota Kabupaten Bone.

Legenda Alleborenge Ri Mampu, yang berkembang seputar gua, diyakini secara turun-temurun, sebagai suatu kebenaran. Konon, di Gua Mampu ini pernah berdiri Kerajaan Mampu. Namun karena kutukan dewa, penghuni kerajaan ini, termasuk binatang dan benda-benda lainnya berubah menjadi batu.Bongkahan batu yang mirip manusia, binatang, dan lainnya, memang banyak ditemui di dalam gua ini. Gambaran ini bak diorama kehidupan manusia di jaman dulu, di masa-masa Kerajaan Mampu.

Sepasang muda-mudi yang dikutuk karena melakukan Perbuatan Asusila
Legenda yang berkembang tentang Gua Mampu ini, juga ditemui dalam lontar Bugis kuno, yang berkisah tentang perkampungan yang terkena kutukan sang dewata. Di dalam Gua Mampu, juga ditemui stalagtit dan stalagmit,yang menambah keindahan interiornya.Gua yang terbentuk dari proses alam, selama ratusan tahun ini, belum seluruhnya berhasil ditelusuri. Bahkan belum separuhnya. Baru 700 dari 2000-an meter persegi yang berhasil dilihat.


Namun demikian, cerita legenda yang berkembang pada masyarakat tentang Gua Mampu, telah membuat gua ini dikunjungi banyak orang. Motivasinya macam-macam.ada yang sekedar melihat-lihat, ada pula yang mencari berkah,yang rela bermalam di dalam gua.
 
Buaya yang diyakini dikutuk mejadi Batu
Para pengunjung,tidak bisa langsung begitu saja memasuki gua. Mereka harus melengkapi dirinya dengan alat penerangan. Sejumlah bocah kecil dengan obor bambu di tangan, telah siap mengantar pengunjung menelusuri gua. Bocah-bocah ini selain menyewakan obor bambunya, juga mampu menjadi pemandu gua yang baik. Mereka paham cerita seputar gua,lengkap dengan bumbu-bumbunya.

Seekor rusa yang masuk dalam perangkap
Perempuan yang sedang melahirkan ikut menjadi batu
Seorang putri dan Seekor anjing yang diyani menjadi penyebab dikutuknya tempat ini
Hari Minggu, dan hari besar keagamaan, menjadi hari-hari yang ditunggu anak-anak ini. Pada saat-saat itu pengunjungnya membludak, yang artinya mendatangkan rezeki lebih banyak buat mereka. Selama 2 jam mendampingi pengunjung gua, biasanya anak-anak kecil seperti Budi ini, mendapat tips lima ribu rupiah.  

Sayangnya, obor bambu yang banyak dipakai ini, asapnya menyisakan arang hitam yang menempel di atap dan dinding gua. Sehingga kesan kotor, sulit dihindari. Namun meski demikian, kawanan kalelawar yang bersarang di gua ini, masih setia mendiami Gua Mampu. Bahkan kehadirannya yang telah puluhan tahun ini, mewarnai Gua Mampu. Kesakralan Gua Mampu, masih terjaga hingga kini. Terlepas dari cerita-cerita rakyat Goa Mampu, seyogyanya ada nila pembelajaran yang bisa kita petik dari kejadian tersebut. Tinggal bagaimana masyarakat sekitar gua, menjaga cerita legenda yang menghiasi gua ini.
 

http://songkeng-bonekoe.blogspot.com/

 

 



 
Read More

Raja Bone V (La Tenri Sukki 1516 – 1543)

Dalam  Lontaraq Akkarungeng ri Bone, disebutkan bahwa Raja Bone V, La Tenrisukki adalah pewaris takhta dari ibunya, I Benriwa Gau. Arumpone ini kawin dengan sepupu satu kalinya, We Tenri Songke anak dari La Mappasessu dengan We Tenri Lekke. Dari perkawinan ini lahirlah La Uliyo Bote’E yang kawin dengan sepupunya We Tenri Wewang DenraE anak saudara kandung La Tenri Sukki bernama We Tenri Sumange’ dengan suaminya La Tenri Giling Arung Pattiro MaggadingE, La Panaongi To Pawawoi yang kemudian menjadi Arung Palenna. La Panaongi kawin dengan We Tenri Esa’ Arung Kaju saudara perempuan We Tenri Songke’. Dari perkawinan ini lahirlah La Pattawe Daeng Sore MatinroE ri Bettung.
 
Anak La Tenrisukki yang lain adalah La Pateddungi To Pasampoi kawin dengan We Malu Arung Toro melahirkan anak perempuan bernama We Tenri Rubbang Arung Pattiro. La Tenri Gera’ To Tenri Saga MacellaE Weluwa’na menjadi Arung Timpa. Inilah yang kawin dengan We Tenri Sumpala Arung Mampu, anak dari La Potto To Sawedi Arung Mampu Riaja dengan isterinya We Cikodo Datu Bunne. Dari perkawinan ini lahirlah We Mappewali I Damalaka. Inilah yang kawin dengan anak sepupunya La Gome To Saliwu Riwawo, lahirlah La Saliwu Arung Palakka dan juga Maddanreng Mampu. La Saliwu yang kawin dengan Massalassae’ ri Palakka bernama We Lempe, darinya lahirlah La Tenriruwa Matinroe ri Bantaeng. 

Selanjutnya La Tenri Sukki melahirkan La Tadampare (meninggal dimasa kecil). Berikutnya We Tenri Sumange Ida Tenri Wewang kawin dengan La Tenrigiling Arung Pattiro MaggadingE anak dari La Settia Arung Pattiro dengan isterinya We Tenri Bali. Lahirlah We Tenri Wewang DenraE yang kemudian kawin dengan sepupunya La Uliyo Bote’E. Anak berikutnya adalah We Tenri Talunru Ida Tenri Palesse. Kemudian We Tenri Gella kawin dengan La Malesse Opu Daleng Arung Kung. Lahirlah We Tenrigau yang kemudian kawin dengan La Uliyo Bote’e, lahirlah We Temmaroe’ yang kawin dengan La Polo Kallong anak La Pattanempunga, turunan ManurungE ri Batulappa.

Istana Luwu
La Tenrisukki merupakan Arumpone (Raja Bone) pertama yang disebutkan memiliki hubungan dengan kerajaan besar lain di Sulawesi Selatan. Arumpone ini memerintah di akhir Abad XV sampai permulaan Abad XVI. Di masa kekuasaannya, La Tenrisukki berhasil memukul mundur serangan militer Pajung Luwu, Dewaraja Batara Lattu. Angkatan laut Luwu Mula-mula mendarat dan membuat basis pertahanan di Cellu, sementara pasukan Bone berkedudukan di Biru-biru. Strategi militer Bone adalah memancing Luwu dengan beberapa perempuan. Pancingan ini berhasil mengelabui Luwu sehingga saat perang pasukan Dewaraja mulanya menyangka tidak ada laki-laki. hingga bersemangat menghadapi perempuan - perempuan tersebut. Namun dari belakang muncul laki-laki dengan jumlah yang amat banyak, sehingga orang Luwu berlarian ke pantai untuk naik ke perahunya. 

Setelah perang selesai (Perang itu dikenal dengan ”Perang Cellu”, karena Angkatan Perang Luwu berlabuh di Cellu sebelum menyerang Bone. Perang Cellu dimenangkan oleh passiuno Bone. Luwu kalah dan pajung kebesaran Luwu diserahkan kepada Raja Bone). Arumpone dan Datu Luwu mengadakan pertemuan. Arumpone mengembalikan payung warna merah itu kepada Datu Luwu, tetapi Datu Luwu mengatakan, ”Ambillah itu payung sebab memang engkaulah yang dikehendaki oleh Dewatae’ untuk bernaung dibawahnya. Walaupun bukan karena perang engkau ambil, saya akan tetap berikan. Apalagi saya memang memiliki dua payung”. Sejak peristiwa itu, La Tenri Sukki digelari Arung MappajungE (raja yang memakai payung).  (Kasim, 2002 dalam Makkulau, 2009). 

Paska Perang Cellu, Arumpone mengadakan perjanjian dengan Datu Luwu To Serangeng Dewaraja yang disebut Polo Malelae’ ri Unnyi (Gencatan senjata di Unnyi), karena terjadi di Kampung Unnyi. Arumpone La Tenri Sukki berkata, ”Alangkah baiknya kalau kita saling menghubungkan Tana Bone dengan Tana Luwu”. Menjawab Datu Luwu, ”Baik sekali pendapatmu itu, Arumpone”. Maka disepakatilah Ulu Ada (Perjanjian) sebagai berikut :

1. Mali siparappeki, mareba sipatokkoki, dua ata seddi puang, Gaukna Luwu Gaukna Bone, manguruja manguru deceng. (Kita naikkan yang hanyut, kita tegakkan yang rebah. Dua rakyat satu raja, tindakan Luwu tindakan Bone sama – sama menanggung buruk baiknya. Maksudnya, kita bantu bagi yang membutuhkan bantuan, rakyat dan raja Luwu bersatu dengan rakyat dan raja Bone dalam menghadapi segala tantangan). 

2. Tessipamate matei, sisappareng akkenunggi, tessibawang pawengngi, tessitajeng alilungngi. (Tidak saling mematikan, saling menunjukkan hak milik, tidak saling menghina, dan tidak saling mencarikan kesalahan. Maksudnya, Bone dan Luwu jangan saling mencelakakan, tetapi mestinya saling menghormati dan menghargai hak milik masing – masing). 

3. Namauna siwennimua lettukna to Bone ro Luwu, Luwuni. Namauna siwennimua lettukna Luwue ri Bone, to Boneni. (Walaupun baru satu malam orang Bone di Luwu, maka mereka sudah menjadi orang Luwu, walaupun baru satu malam orang Luwu sampai di Bone, maka mereka sudah menjadi orang Bone. Maksudnya, orang Luwu ataupun orang Bone diperlakukan sama, dihargai, dan dihormati sama seperti kalau mereka berada di negeri sendiri, di Luwu ataupun di Bone). 

4. Tessiagelliang tessipikki, bicaranna Bone bicaranna Luwu, Adeqna Bone adekna Luwu, Adeqna Luwu adekna Bone.  (Tidak saling memarahi dalam kesulitan, masalahnya Luwu masalahnya Bone, adatnya Bone adatnya Luwu. Maksudnya, Luwu dan Bone bersama – sama bertekad menyelesaikan masalah mereka berdasarkan ketentuan hukum adat masing – masing). 

5. Tessiacinnaiyangngi ulaweng matasa, Pattola malampe’. (Tidak saling menginginkan emas murni dan calon pengganti yang panjang. Maksudnya, Bone dan Luwu tidak saling mencampuri masalah urusan dalam negeri masing – masing). 

6. Niginigi temmaringngerang ri ulu adae, iyya risering parowo ri Dewatae lettu ritorimunrinna. Iyya makkuwa ramunramunna, apu apunna ittello riaddampessangnge ri batue tanana. (Barangsiapa yang mengingkari perjanjian perdamaian ini, maka dialah akan disapu seperti sampah oleh Dewata sampai anak cucunya, dan negerinya akan hancur seperti telur yang dihempaskan di batu. Maksudnya, bila Luwu ataupun Bone mengingkari perjanjian perdamaian tersebut, maka akan mendapat kutukan dari Dewata). 


    Usai Perjanjian Polo MalelaE ri Unnyi ini, kedua raja ini, Arumpone dan Datu Luwu kemudian kembali ke negerinya. Keseluruhan substansi perjanjian Unnyi tersebut tidak mengandung unsur yang menetapkan tentang pembayaran kerugian perang dari pihak Luwu (yang kalah perang) kepada pihak Bone (yang menang perang). Dengan demikian perjanjian perdamaian tersebut menyimpang dari kelaziman perjanjian gencatan senjata, yang pada umumnya menetapkan sanksi kerugian perang yang harus dibayar oleh negara agresor yang kalah perang. Hal ini menunjukkan pendekatan kekeluargaan Arung Mangkaue La Tenrisukki kepada Datu Luwu, Dewaraja. 

    Berdasarkan substansi materi perjanjian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya Perjanjian Uunyi adalah perjanjian persekutuan antara Bone dan Luwu. Persekutuan semacam ini, baru untuk pertama kalinya terjadi dalam Sejarah Kerajaan Bone. Arti strategis Polo Malelae ri Unnyi bagi Bone, adalah suatu sukses di bidang politik dan militer. Dengan peristiwa tersebut menampatkan Bone dalam posisi strategis dan prestise yang kuat terhadap kerajaan – kerajaan kecil di sekitar Kerajaan Bone bahkan juga kerajaan – kerajaan lainnya di kawasan Sulawesi Selatan. (Kasim, 2002). 

      Dimasa pemerintahan La Tenri Sukki, terjadi pula permusuhan antara orang Bone dengan orang Mampu. Pertempuran terjadi di sebelah selatan Itterung, diburu sampai di kampungnya. Arung Mampu La Pariwusi kalah dan menyerahkan persembahan. Arung Mampu berkata, ”Saya serahkan sepenuhnya kepada Arumpone, asalkan tidak menurunkan saya dari pemerintahanku”. Arumpone menjawab, ”Saya akan mengembalikan persembahanmu dan saya akan mendudukkanmu sebagai Palili Bone. Akan tetapi engkau harus berjanji untuk tidak berpikir jelek dan jujur sebagai pewaris harta benda”. Sesudah itu, dilantiklah Arung Mampu memimpin negerinya dan kembalilah Arumpone ke Bone. 

    La Tenri Sukki menjadi Arung Mangkaue’ ri Bone selama 20 tahun. Di saat akhir hidupnya ia mengumpulkan seluruh orang Bone dan menyampaikan, ”Saya sekarang dalam keadaan sakit, apabila saya wafat maka yang menggantikan saya adalah anakku yang bernama La Uliyo”. Setelah pesan itu disampaikan, ia pun menghembuskan nafasnya yang terakhir.

http://sejarah.kompasiana.com/2011/04/18/riwayat-raja-bone-5-la-tenri-sukki-357642.html#



Read More

Raja Bone IV (We Banrigau Daeng Marowa 1496–1516)

We Banrigau Daeng Marowa MakkaleppiE menggantikan ayahnya La Saliyu Karampeluwa sebagai Mangkau’ di Bone. We Banrigau digelar pula Bissu Lalempili dan Arung Majang. Ketika menjadi Mangkau’ di Bone, We Banrigau menyuruh Arung Katumpi yang bernama La Datti untuk membeli Bulu’ Cina (gunung Cina) senilai 90 ekor kerbau jantan. Akhirnya gunung yang terletak di sebelah barat Kampung Laliddong itu benar-benar dibelinya. Kemudian disuruhlah Arung Katumpi untuk menempati gunung tersebut dan sekaligus menjaganya. Karena jennang (penjaga) gunung Arumpone dibunuh oleh orang Katumpi, maka digempurlah Katumpi oleh orang Bone sehingga dirampaslah sawahnya yang ada di sebelah timur dan barat Kampung Laliddong. Saudaranya yang bernama La Tenri Gora itulah yang diserahkan Majang dan Cina, maka La Tenri Gora disebut sebagai Arung Majang dan Arung Cina. Sedangkan anak pertamanya yang bernama La Tenri Sukki dipersiapkan untuk menjadi Mangkau’ di Bone.

Ilustrasi Api
Setelah kurang lebih 18 tahun lamanya dipersiapkan untuk memangku Kerajaan di Bone, maka dilantiklah La Tenri Sukki menjadi Mangkau’ di Bone dan menempati Saoraja Bone. MakkaleppiE bersama anak bungsunya yang bernama La Tenri Gora memilih untuk bertempat tinggal di Cina.Suatu saat ketika berada di Cina, MakkaleppiE naik ke atas loteng rumahnya. Tiba-tiba ada api yang menyala di atas loteng (menurut keyakinan orang disebut = api dewata). Setelah api itu padam, maka MakkaleppiE tidak nampak lagi di tempat duduknya. Oleh karena itu, We Banrigau Daeng Marowa dinamakan MallajangE ri Cina.

La Tenri Sukki yang menggantikan ibunya sebagai Arumpone kawin dengan sepupu satu kalinya yang bernama We Tenri Songke, anak dari La Mappasessu dengan We Tenri Lekke. Dari perkawinan ini lahirlah La Uliyo Bote’E. La Panaongi To Pawawoi yang kemudian menjadi Arung Palenna. La Panaongi kawin dengan We Tenri Esa’ Arung Kaju saudara perempuan We Tenri Songke. Dari perkawinan ini lahirlah La Pattawe Daeng Sore MatinroE ri Bettung.

Anak La Tenri Sukki yang lain adalah ; La Pateddungi To Pasampoi kawin dengan We Malu Arung Toro melahirkan anak perempuan yang bernama We Tenri Rubbang Arung Pattiro. La Tenri Gera’ To Tenri Saga MacellaE Weluwa’na menjadi Arung Timpa. Inilah yang kemudian kawin dengan We Tenri Sumpala Arung Mampu, anak dari La Potto To Sawedi Arung Mampu Riaja dengan isterinya We Cikodo Datu Bunne. Dari perkawinan ini lahirlah We Mappewali I Damalaka. Inilah yang kawin dengan anak sepupunya yang bernama La Gome To Saliwu Riwawo, lahirlah La Saliwu Arung Palakka dan juga maddanreng (menetap) di Mampu. La Saliwu kemudian kawin dengan MassalassaE ri Palakka yang bernama We Lempe, lahirlah La Tenri Ruwa MatinroE ri Bantaeng.

Selanjutnya La Tenri Sukki melahirkan La Tadampare (meninggal dimasa kecil). Berikutnya We Tenri Sumange I Da Tenri Wewang kawin dengan La Tenri Giling Arung Pattiro MaggadingE anak dari La Settia Arung Pattiro dengan isterinya We Tenri Bali. Lahirlah We Tenri Wewang DenraE yang kemudian kawin dengan sepupunya La Uliyo Bote’E.

Anak berikutnya adalah We Tenri Talunru I Da Tenri Palesse. Kemudian We Tenri Gella kawin dengan La Malesse Opu Daleng Arung Kung. Lahirlah We Tenri Gau yang kemudian kawin dengan La Uliyo Bote’E, lahirlah We Temmarowe Arung Kung. Inilah yang kawin dengan La Polo Kallong anak La Pattanempunga, turunan ManurungE ri Batulappa
Read More

Selasa, 27 November 2012

Muhammad Jusuf Kalla "Daeng Ucu"

Muhammad Jusuf Kalla lahir di Watampone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, 15 Mei 1942. Ia menyelesaikan pendidikan pada Fakultas Ekonomi, Universitas Hasanuddin Makassar tahun 1967 dan The European Institute of Business Administration Fountainebleu, Prancis (1977). Pada Oktober 2004 menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia. Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (SBY-JK) berhasil sebagai pemenang Pemilu. SBY dilantik sebagai Presiden RI ke-6 dan M. Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden RI ke-10. Pasangan ini menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI yang pertama kali dipilih rakyat secara langsung. Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Presiden RI ke-4), M. Jusuf Kalla dipercayakan selama kurang dari setahun (1999-2000) sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI merangkap Kepala Bulog. Pada masa Presiden Megawati Soekarnoputri (2001-2004) ia dipilih menduduki jabatan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat. Jusuf Kalla kemudian mengundurkan diri sebagai Menko Kesra RI sebelum maju sebagai calon wakil presiden, mendampingi calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Selain tugas-tugas sebagai Menko Kesra, M. Jusuf Kalla telah meletakkan kerangka perdamaian di daerah konflik Poso, Sulawesi Tengah, dan Ambon, Maluku. Lewat pertemuan Malino I dan Malino II dan berhasil meredakan dan menyelesaian konflik di antara komunitas Kristen dan Muslim.

Kunjungan kerjanya sebagai Menko Kesra ke Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pada awal tahun 2004 memberinya inspirasi untuk menerapkan pengalaman penyelesaian konflik Ambon-Poso di NAD. Upaya penyelesaian Aceh di dalami dan dilanjutkan penanganannya saat setelah dilantik menjadi Wakil Presiden RI. Akhirnya, kesepakatan perdamaian untuk NAD antara Pemerintah dan tokoh-tokoh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) berhasil ditandatangani di Helsinki pada tanggal 15 Agustus 2005.
Pengalaman pada organisasi pemuda/mahasiswa seperti Ketua HMI Cabang Makassar tahun 1965-1966, Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Hasanuddin (UNHAS) 1965-1966, serta Ketua Presidium Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) tahun 1967-1969 memberi bekal untuk menyelesaikan masalah-masalah yang sulit tersebut.

Tahun 1965 sesaat setelah pembentukan Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar), M. Jusuf Kalla terpilih menjadi Ketua Pemuda Sekber Golkar Sulawesi Selatan dan Tenggara (1965-1968). Kemudian, terpilih menjadi Anggoa DPRD Provinsi Sulawesi Selatan Periode 1965-1968 mewakili Sekber Golkar. Pada Musyawarah Nasional (Munas) Golkar di Bali, bulan Desember 2004 ia terpilih menjadi Ketua Umum Partai Golkar Periode 2004-2009. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Anggota Dewan Penasihat DPP Golkar, dan menjadi Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Utusan Golkar (1982-1987), serta Anggota MPR-RI Utusan Daerah (1997-1999).

Putra pasangan Hadji Kalla dan Hajjah Athirah ini sebelum terjun ke pemerintahan dikenal luas oleh dunia usaha sebagai pengusaha sukses. Usaha-usaha yang dirintis ayahnya, NV. Hadji Kalla, diserahkan kepemimpinannya sesaat setelah ia diwisuda menjadi Sarjana Ekonomi di Universitas Hasanuddin Makassar Akhir Tahun 1967. Di samping menjadi Managing Director NV. Hadji Kalla, juga menjadi Direktur Utama PT Bumi Karsa dan PT Bukaka Teknik Utama.Usaha yang digelutinya, di samping usaha lama, ekspor hasil bumi, dikembangkan usaha yang penuh idealisme, yakni pembangunan infrastruktur seperti pembangunan jalan, jembatan, dan irigasi guna mendorong produktivitas masyarakat pertanian. Anak perusahaan NV. Hadji Kalla antara lain; PT Bumi Karsa (bidang konstruksi) dikenal sebagai kontraktor pembangunan jalan raya trans Sulawesi, irigasi di Sulsel, dan Sultra, jembatan-jembatan, dan lain-lain. PT Bukaka Teknik Utama didirikan untuk rekayasa industri dan dikenal sebagai pelopor pabrik Aspal Mixing Plant (AMP) dan gangway (garbarata) di Bandara, dan sejumlah anak perusahaan di bidang perumahan (real estate); transportasi, agrobisnis dan agroindustri.
Keluarga Besar Hajdi Kalla
Atas prestasinya di dunia usaha, Jusuf Kalla dipilih oleh dunia usaha menjadi Ketua Kamar Dagang dan Industri Daerah (Kadinda) Sulawesi Selatan (1985-1997), Ketua Dewan Pertimbangan KADIN Indonesia (1997-2002), Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), Sulawesi Selatan (1985-1995), Wakil Ketua ISEI Pusat (1987-2000), dan Penasihat ISEI Pusat (2000-sekarang).

Di bidang pendidikan, Jusuf Kalla menjadi Ketua Yayasan Pendidikan Hadji Kalla yang mewadahi TK, SD, SLTP, SLTA Athirah, Ketua Yayasan Pendidikan Al-Ghazali, Universitas Islam Makassar. Selain itu, ia menjabat Ketua Dewan Penyantun (Trustee) pada beberapa universitas, seperti Universitas Hasanuddin (UNHAS) Makassar; Institut Pertanian Bogor (IPB); Universitas Islam Negeri (UIN) Makassar; Universitas Negeri Makassar (UNM), Ketua Dewan Pembina Yayasan Wakaf Paramadina; Ketua Ikatan Keluarga Alumni (IKA) UNHAS.

Di kalangan ulama dan pemuka masyarakat, nama Jusuf Kalla dikenal sebagai Mustasyar Nahdhatul Ulama Wilayah Sulawesi Selatan, melanjutkan tugas-tugas dan tanggung jawab ayahnya, Hadji Kalla, yang sepanjang hidupnya menjadi bendahara NU Sulsel juga menjadi bendahara Masjid Raya, Masjid Besar yang bersejarah di Makassar. Ketika akan membangun masjid bersama Alm. Jenderal M. Jusuf, Jusuf Kalla dipilih menjadi Ketua Yayasan Badan Wakaf Masjid Al-Markaz al-Islami (Masjid Jend. M. Jusuf). Sekarang, Masjid tersebut menjadi Masjid termegah di Indonesia Timur.Di kalangan agama-agama lain selain Islam, Jusuf Kalla dipilih menjadi Ketua Forum Antar-Agama Sulsel.

Penggemar olah raga golf ini, selama sepuluh tahun (1980-1990) menjadi Ketua Persatuan Sepak Bola Makassar (PSM) dan Pemilik Club Sepak Bola Makassar Utama (MU) tahun 1985-1992. H. M. Jusuf Kalla yang menikah dengan Nyonya Hajjah Mufidah Jusuf telah dikaruniai satu putra dan empat putri serta dikaruniai sembilan cucu. Selain tugas rutin, Wakil Presiden Republik Indonesia juga melaksanakan program-program strategis pemerintah Indonesia, meliputi: revitalisasi pertanian dan kehutanan, pertanian; peningkatan kinerja industri dalam negeri dengan membangun industri listrik, dan industri pertahanan, energi dan sumber daya mineral; pekerjaan umum dengan percepatan pembangunan jalan tol Trans-Jawa, jalan di luar Jawa serta proyek pengairan skala menengah.

Program strategis Wakil Presiden Republik Indonesia juga mencakup: percepatan pembangunan bandara udara, pelabuhan dan kereta api; perdagangan dengan peningkatan ekspor; kelautan untuk peningkatan produksi perikanan; tenagakerja dengan penyelesaian masalah perburuhan; perumahan dengan membangun rumah susun; pariwisata dengan peningkatan; bidang BUMN dengan peningkatan kinerja BUMN; bidang Usaha Kecil Menengah dengan menghidupkan kembali sistem jaminan untuk kredit kecil; dan bidang penanaman modal dengan menyusun program perbaikan Doing Business.
Bersama Istri, Ny. Mufidah Jusuf

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla
Tempat/Tgl. Lahir : Watampone, 15 Mei 1942
Alamat Rumah : Jl. Denpasar Raya CIII/9 Kuningan Jakarta Pusat
Isteri : Ny. Mufidah Jusuf
Tempat/Tgl. Lahir : Sibolga, 12 Februari 1943
Anak-anak :

1. Muchlisa Jusuf
2. Muswirah Jusuf
3. Imelda Jusuf
4. Solichin Jusuf
5. Chaerani Jusuf
6. Cucu : (1). Ahmad Fikri; (2) Mashitah; (3) Jumilah Saffanah; (4) Emir Thaqib; (5) Rania Hamidah; (6) Aisha Kamilah; (7) Siti Safa; (8) Rasheed; dan (9) Maliq Jibran.


Pendidikan Terakhir : Fakultas Ekonomi, Universitas Hasanuddin Makassar, 1967
PENGALAMAN PEMERINTAHAN

* 1999 – 2000 : Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia
* 2001 – 2004 : Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rayat Republik Indonesia
* 2004 – Sekarang : Wakil Presiden RI

PARTAI GOLKAR

* N P A G : 20000000066
* 1965 – 1968 : Ketua Pemuda Golkar Sulsel
* 1978 – 1999 : Anggota Dewan Penasehat DPD Golkar Sulawesi Selatan
* 1999 – 2005 : Anggota Dewan Penasehat DPP Gololongan Karya (Golkar)
* 2005 – sekarang : Ketua Umum DPP Golkar


LEMBAGA LEGISLATIF

* 1965 – 1968 : Anggota DPRD Sulsel, mewakili Pemuda Sekber Golkar
* 1982 – 1987 : Anggota MPR – RI Utusan Golkar


BIDANG AGAMA

* Ketua Yasan Badan Wakaf Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar
* Bendahara Masjid Raya Makasar
* Mustasyar NU Sulsel
* Ketua Forum Antar-Agama Sulsel


BIDANG OLAHRAGA

* 1980-1990 : Ketua PSM Makassar
* 1985-1992 : Ketua Klub Sepak Bola Makassar Utama
* 1980-1990 : Bendahara PERBAKIN Sulawesi Selatan

BIDANG ORGANISASI MAHASISWA

* 1964-1966 : Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Ekonomi UNHAS Makassar
* 1965-1966 : Ketua Umum HMI Cabang Makassar
* 1966-1968 : Ketua Umum Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) Sulawesi Selatan

Referensi :
-
BIDANG ORGANISASI PROFESI

* 1985-1997 : Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Sulawesi Selatan
* 1997-2002 : Ketua Dewan Pertimbangan KADIN Indonesia
* 1985-1995 : Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Sulawesi Selatan
* 1987-2000 : Wakil Ketua ISEI Pusat
* 2000-Sekarang : Penasehat ISEI Pusat
* 1990-Sekarang : Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Hasanudin, Makassar.
* 1987-1992 : Anggota MPR RI (Anggota Badan Pekerja) - Utusan Golkar
* 1992-1997 : Anggota MPR RI (Anggota Badan Pekerja) - Utusan Daerah
* 1997-1999 : Anggota MPR RI (Anggota Badan Pekerja) - Utusan Daerah

BIDANG DUNIA USAHA

* 1969-2001 : Direktur Utama NV. Hadji Kalla
* 1969-2001 : Direktur Utama PT. Bumi Karsa
* 1988-2001 : Komisaris Utama PT. Bukaka Teknik Utama
* 1988-2001 : Direktur Utama PT. Bumi Sarana Utama
* 1988-2001 : Direktur Utama PT. Kalla Inti Karsa
* 1995-2001 : Komisaris Utama PT Bukaka Siagtel International

BIDANG SOSIAL/PENDIDIKAN

* 1982-Sekarang : Ketua Umum Yayasan Pendidikan Hadji Kalla
* 1990-Sekarang : Ketua Umum Yayasan pendidikan Al-Gozali Universitas Islam Makassar
* 1975-1995 : Ketua Yayasan Badan Wakaf Universitas Muslim Indonesia, Makassar
* 1975-Sekarang : Ketua Perguruan islam Dutumuseng, Makassar
* 1980-Sekarang :

* Anggota Dewan Penyantun Universitas Hasanudin,
* Anggota Dewan Penyantun IAIN Makassa,
* Anggota Dewan Penyantun UNM/IKIP Makassar.

* 2002-Sekarang : Anggota Wali Amanat IPB-Bogor.
* 2006-Sekarang : Ketua Dewan Pembina Yayasan Wakaf Paramadina.

Referensi :
http://community.um.ac.id/showthread.php?82969-Biografi-Jusuf-Kalla
Read More

Jumat, 23 November 2012

Menelusuri Jejak Kota Tua Watampone

Pendahuluan
Sekitar abad 10 Masehi Bone hanya sebuah wilayah kecil ditepi teluk Bone. Luasnya 4 km2. Letaknya sedikit lebih tinggi dibanding daerah sekitar sehingga disebut Tanete. Namun Bone purba berada dalam kerajaan Wewangriu zaman Lagaligo. Bone adalah nama bugis kuno yang berarti Pasir. Karena tanahnya berpasir kekuning-kuningan. Sehingga Bone dahulu disebut Tanah Bone. Tanah yang berpasir. sebutan ini berakhir pada zaman Belanda tahun 1940an.

Smpang Labbu, salah satu akses masuk kota Watampone
Kota Kawerang
Ketika kerajaan Bone berdiri pada tahun 1330 M. Ada 7 wanua  bergabung manjadi persekutuan yaitu 1.Wanua Ponceng, 2. Wanua Taneteriattang, 3. Wanua Tanete Riawang, 4. Wanua Ta, 5. Wanua Macege, 6.Wanua Ujung dan 7. WanuaTibojong. Ketujuh wanua ini  bersatu dalam panji  WorongporongE. Bendera Bintang Tujuh menandakan tujuh negeri dibawah kepemimpinan Raja Bone pertama bergelar MatasiLompoE.( Penguasa/penjaga Laut dan tanah ). Tetapi awal terbentuk kerajaan Bone ada beberapa wanua lain yang tidak bergabung dan cukup disegani pada waktu itu seperti Biru, Cellu, dan Majang. Sedang Bukaka atau Ciung  kemungkinan masuk dalam wanua Tanateriawang. Kerajaan ini mulai membangun wilayahnya dengan ibukota   Kawerang. Berada dalam wanua Tanete Riattang. Ditepi sungai Bone. Sungai yang ramai digunakan oleh penduduk Bone sebagai alur transportasi penting untuk  menghubungkan wanua lain. Hulunya ada dua dekat Anrobiring di Palakka dan  Palengoreng sedang muaranya di Toro Teluk Bone.

Kota Kawerang sebagai pusat pemerintahan  berasal dari  nama tumbuhan   Awerang yang banyak tumbuh disekitar sungai Bone.(Sekarang terletak di jalan ManurungE.). Sejenis ilalang dan senang tumbuh pada tanah lembab dan berair. Tingginya  kurang lebih 2 meter. Mempunyai bunga jambul putih. Karena dominan tumbuh  di daerah tersebut  penduduk   menyebut kampung  Kawerang berasal dari kata Engka- Awerang. Kemudian berubah sebutan menjadi  Kawerang. Sama dengan kampung-kampung lain seperti Kajuara karena Engka-Ajuara dan Kading karena Engka-Ading.

Kota inilah  Istana Raja Bone Pertama ManurungE ri Matajang berdiri.  Istana   menghadap sungai  (letaknya sekarang diduga sekitar Jalan raya dibelakang kantor Korem Toddopuli). Dalam lontara dikatakan bahwa istana itu berdiri dengan cepat sebelum Bulisanya mengering. Bulisa adalah sisa kulit kayu yang masih basah.  Bahkan ditempat ini pulalah  7 matoa bermusyawarah membentuk satu ikatan dalam pemerintahan Bone. Sistim pemerintahan ini disebut juga kawerang sesuai  tempat musyawarah dilaksanakan.. Sistim Kawerang masing-masing matoa tetap menjadi penguasa diwilayahnya dan sekaligus menjadi dewan pemerintahan Kerajaan Bone. Dan ini hanya berlangsung sampai Raja Bone 9 La Pattawe MatinroE Ri Bettung (Bulukumba)  kira-kira pada tahun 1569.

Kawerang sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Bone. Luas pada awalnya hanya sekitar sungai. Kemudian lambat laun berkembang seluruh wanua Taneteriattang termasuk wanua Tibojong diseberang sungai .Seiring kemajuan kerajaan Bone batas wilayah wanua Taneteriattang Kira kira sekarang  adalah Batas Kantor Korem membelok ke jalan Tamrin sampai sungai dan jalan ManurungE.

Pada Pemerintahan Raja Bone pertama lebih memfocuskan pada pembuatan aturan aturan kemasyarakatan dan Hukum  ditegakkan. Juga menjalin hubungan dengan Kerajaan- kerajaan tetangga yang besar dan lebih tua seperti Kerajaan Awangpone, Pattiro, Palakka, dan Cina.  Sebagai politik assiajingeng untuk meredam kembalinya  zaman sianre bale dan  Permaisuri Raja Bone I adalah ManurungE Ri Toro mempunyai anak 4 orang yaitu La Umasa, I Pattanra wanua,We Tenri Salogo dan We Aratiga. Kemudian anaknya bernama Laumasa menggantikan ayahnya .

Pada zaman  Raja Laumasa Raja Bone ke 2 berkuasa (1365-1398). Kota kawerang berkembang, baik jumlah penduduk maupun pemukiman sehingga kota  meluas seluruh wilayah Tanete Riattang  dan arah perkembangan kota  mulai begeser ke wanua Macege sebagai kampung industry pembuatan alat-alat pertanian dan senjata, utamanya Parang Cege. Parang cege, adalah parang yang bentuknya lebar . Macege berarti tempat pembuatan parang. Bahan baku besi didatangkan dari  Kelling dekat Lampoko. Raja Bone ke 2 La Umasa yang hobby dan ahli dalam pembuatan alat senjata dari besi. Mendirikan Istana di wilayah macege sehinggah  ramai penduduk bermukim utamanya dekat kediaman baginda di Lassonrong. Disekitar sumur lassonrong. Lassonrong berasal dari nama istana raja La Umasa mempunyai beranda di belakang istana dan istana di kelilingi gundukan tanah liat  diatasnya pagar bambu yang runcing sebagai benteng. Inilah yang disebut Sonrong. LaSonrong berarti istana yang mempunyai beranda belakang dan pagar benteng. Diberanda belakang istana tempat  malanro atau menempa besi milik Baginda.

Pada masa  pemerintahan Baginda banyak melakukan pengembangan wilayah baik dengan peperangan maupun dengan cara perkawinan. Baginda menaklukkan wanua Biru diselatan , wanua Cellu di timur dan Wanua Anrobiring dekat macege dan juga wanua Majang. Tahun 1398 Raja LaUmasa mangkat dan dimakamkan di jeppeE. Kampong yang ditumbuhi pohon Jeppe. Pohonnya besar dan tinggi menjulang. Sekarang wilayah itu  sekitar jalan Ahmad Yani watampone. Semasa hidupnya Laumasa bergelar  Petta Panre BessiE dan juga bergelar Petta To Molaiye Panreng (Yang pertama di makamkan) gelar anumerta. Baginda juga yang pertama bergelar Mangkau. Mengambil  tradisi leluhurnya ketika Bone purba sebagai kerajaan Wewangriu bergelar Mangkau. Laumasa mempunyai anak dua bernama To Suwalle dan To Salawakkang. Tetapi tidak menjadi Raja. Justru yang menggantikan La Umasa adalah kemanakannya. Anak Raja Palakka. bernama La Saliyu Karempaluwa. Raja termudah dalam sejarah Kerajaan Bone.

LaSaliyu Karempalua sebagai Raja Bone ke 3 (1398-1470) ,dikisahkan ,  penculikan dirinya ketika masih bayi usia baru beberapa hari atas perintah Raja Bone Laumasa. untuk menggantikannya Karena  anak Laumasa tidak memenuhi syarat  menjadi Raja. Lalu hasil musyawarah Matoa Pitu yang Pantas menjadi Raja adalah anak  Raja Palakka La Pattikkeng sebab Ibunya adalah Saudara Laumasa anak dari ManurungE Anak Pattola.. Hanya antara Raja Palakka La Pattikkeng dengan Raja Bone masih dalam pertikaian. Itulah sebabnya terjadi penculikan yang dipimpin oleh To Suwalle dan To Salawakkang.  Kisahnya perjalanan pulang dari Palakka setelah  menculik bayi  LaSaliyu oleh Sepupunya, anak dari Laumasa sempat beristirahat disuatu telaga untuk memercikkan air dan membasuh muka bayi La Saliyu. Bayi itu bergerak bangun (Cokkong) maka disebutlah sumur itu Lacokkong dan kemudian menjadi tradisi turun temurun setiap anak Raja yang dilahirkan wajib mandikan air lacokkong.

Taman Bunga, salah satu tempat favorit masyarakat Bone menghabiskan waktu
Masa pemerintahan Lasaliyu Kota Kawerang melebar ke Taneteriawang. Karena ditempat itu berdiri Pasar hadiah dari Ayah LaSaliyu  Raja Palakka. Pasar tersebut sekarang menjadi Pusat pertokoan di dekat Tanah BangkalaE sebagai Pusat kota Watampone . Dan  Istana Raja Bone ke 3 LaSaliyu  berdiri berdampingan dengan Pasar didepan istana dibuat  alun alun disebut Tanah BangkalaE. Dahulu berfungsi  sebagai  tempat berkumpul masyarakat  mendengarkan informasi dari  Raja atau Pejabat Istana. Kemudian akhirnya menjadi tempat pelantikan  Raja-Raja Bone  yang dimulai dari Raja Bone ke 4 We Benrigau. Tanah BangkalaE dijadikan pula pusat Bone. Possi Tanah. Maka perkembangan kota Kawerang meluas  mulai Wanua Tanteriatang, Macege utamanya Lassonrong, Tibojong dan Wanua Taneteriawang  disebut To Kawerang maksudnya orang kota. Pusat pemerintahan Bone. Adapun batas wanua Tante riawang Termasuk taman bunga dan sampai batas bukaka dan batas di laccokkong sekarang.


Ketika Raja Bone Lasaliyu masih kanak-kanak, maka kedua sepupunya melaksanakan pemerintahan dengan tugas masing-masing :

·         To Suwalle bertugas mewakili Raja Bone urusan pemerintahan kedalam sebagai Tomarilaleng kedalam sebagai Tomarilaleng I Kerajaaan Bone
·         To Salawakka bertugas mengatur urusan pemerintahan keluar dan ini merupakan MakkedangngE Tanah I dari Kerajaan Bone.        
                                                     
Dalam pelaksanaan sehari-hari keduanya dibantu oleh para Matoa dari tujuh Wanua, setelah menanjak dewasa Raja Lasaliyu mengendalikan pemerintahan, namun tetap dibantu oleh kedua kakak sepupunya. Pada saat berangkat berperang atau kunjungan daerah (kerajaan palili)selalu membawa bendera dan panji WorongporongE dan CellaE juga baginda membagi Bone dalam tiga wilayah sesuai dengan pembagian bendera yaitu:

·         WorongporongE: mambawahi negeri Matajang, Mataangin (Maroanging), Bukaka, Bukaka tengah (kampong tengngaE), Kawerang , Palengoreng dan Mallayirang (Mallari) dikordinasi oleh Matoa Matajang.
·         CellaE riAtau yaitu yang memakai umbul merah disebelah kanan dari bendera WorongporoE dipergunakan oleh rakyat dari : Paccing, Tanete (dekat Palenggoreng), Lemo-Lemo ( Desa Carebbu ), Masalle (dekat Melle), Macege, dan Belawa (dekat Maccope). Dipimpin oleh To Suwalle digelar Kajao Ciung.
·         CellaE ri Abeyo yaitu Negeri yang memakai umbul merah di sebelah kiri dari WorongporoE: Araseng, Ujung, Ponceng, Ta’, Katumpi, Padacengnga (desa padaidi dekat passippo) dan Madello (dekat desa Mico). Dipimpin oleh To Salawakka digelar Kajao Araseng.

Dalam Lontara disebutkan bahwa Raja ini menaklukkan Negeri Palengoreng (sebelah selatan Biru), Sinri (dekat Majang), Sancoreng (ponre), Cerowali, Apala, Bakke Tanete(cina), Attang Salo(dekat Katumpi), Soga, Lampoko, Lemoape, Bulu(dekat Cerowali), Parippung, dan Lompu, Limampanuwa ri Lau-Ale. Dan pada masa itu Palakka disatukan dengan Kawerang. Juga beberapa wanua datang bergabung secara sukarela. Sehingga kerajaaan-kerajaan tua seperti Cina, Pattiro, Awangpone, Barebbo dan Palakka sudah bergabung dengan Bone.

Baginda membuat perkampungan disebelah utara Kawerang dekat sungai Panyula dan LImpenno (muara sungai dekat Toro) sebagai tempat pelabuhan bagi perahu-perahu kerajaan di tambatkan bersama tempat tinggal pendayung dan petugas perahu Raja.

Dari Kota Kawerang Menjadi Kota Lalebbata
                 
Raja Bone  ke 6 La Uliyo BoteE (1535-1560) adalah pendiri benteng kota sekaligus peletak sistim perkotaan yang tangguh sebagai kota yang mandiri dan modern pada zamannya. Baginda dikenal pandai cermat dalam perencanaan. Pada masa berkuasa baginda didampingi seorang penasehat terkenal Kajao Laliddong yang sering dijuluki Lamellong. Kajao Laliddong yang dipercayakan mengarsiteki sekaligus pimpro dalam pembangunan kolosal membangun benteng Kota. Sehingga ada ungkapan ceritra rakyat bone bahwa “Cicengmi narenreng tekkengna kajaoLaliddong natepui bentengE”.
Lalebbata Kota Benteng.

Benteng  atau dalam bahasa bugis Lalebbata ini dibuat dari tanah liat diambil dari bukit bukaka. Benteng ini rata-rata tingginya 5 meter. Tebal dinding atas kurang lebih 2 meter dan Tebal dinding bawah (pondasi)15 meter. Sepanjang dinding luar benteng ditanami pohon bambu dan berbagai jenis pohon berfungsi untuk menahan dan mengikat tanah benteng. Bahan Pembuatannya diambil dari sebagian tanah bukaka. Tapi dinding benteng bagian utara dan timur disamping dari Tanah Liat juga diambil dari tanah disekitar atau didalam wilayah benteng untuk dijadikan persawahan. Tehnik pada pembangunan benteng tidak memakai alat perekat tetapi tekhnik sederhana susun timbun yang mengikuti kontur tanah. Bukan terbuat dari batu merah atau dinding dari batu gunung yang sudah dipahat. Walau ada sebagian benteng memakai batu utamanya dibagian Pintu utama keluar. Bentuk benteng Bone awalnya segi empat panjang. Kemudian  Raja berikutnya melakukan penambahan tinggi benteng dan dipertebal dinding benteng oleh Raja Bone Latenrirawe .Hal inilah nama Kota Kawerang berubah menjadi Lalebbata. Sesuai bentuk kota yang baru dengan adanya benteng dan meluas hampir semua wilayah wanua pitu masuk dalam area benteng.

Pada 1630 Raja Lamadderemmeng berkuasa mengalami pelebaran Benteng  sebelah Timur dan Utara dan menambah bastion-bastion dekat SalekoE.Bentuk sudut benteng melingkar sebagai bastion dan dipasang meriam-meriam besar. Apalagi  suasana politik ketika itu memanas dengan kebijakan Baginda penghapusan perbudakan.dan Model Benteng berubah dari segi empat panjang menjadi trapezium.Selain ada pintu Utama Benteng (seppa benteng) juga disetiap sisi benteng ada pintu-pintu untuk akses masuk bagi penduduk. Benteng ini dibuat sebagai alat pertahanan juga sebagai pusat pemerintahan. Oleh karena sumber kekuasaan berada di istana maka keletakan benteng juga berperan untuk pertahanan pusat-pusat hunian dan sumber daya yang ada disekitarnya

Jejak Benteng

Jika  menyelusuri Benteng dimulai dari sudut sebelah selatan kota,  benteng berdiri diatas jalan Kalimantan sekarang terus ke timur melewati pinggir jalan Kawerang melalui persawahan dekat sungai Bone .Ditempat itu berdiri bastion. Lalu ke timur lagi dekat jalan Paramuka disebut Diattang Benteng. Kemudian membelok ke Utara dan disudut benteng itu terdapat Sumur(bubung) LoppoE digunakan untuk persediaan air bagi prajurit Bone. Keutara benteng melalui persawahan dekat mesjid jalan Bajoe dan disebut Seppa BentengE.  Dan membelok ke  arah barat diatas jalan, pada sudut benteng  membulat sebagai bastion tetapi ada pula pelebaran benteng dekat Salekoe juga berdiri Bastion-bastion. Diatas jalan  menuju Bukaka membelok ke utara kira-kira 200 meter kearah  barat menuju bukaka dekat bubung Lagarowang. Komplek kuburan KalokkoE masuk dalam  benteng.

Disebut Awang benteng Dari Bukaka menuju ke selatan antara jalan Makmur dengan jalan Benteng adalah bekas benteng  dan bertemu di jalan Kalimantan dekat Kantor Dinas Kesahatan.  Benteng-benteng ini hancur akibat peperangan  utamanya dalam perang Bone dengan Belanda.

Pada tahun 1920an benteng-benteng ini umunya diambil tanahnya  dijadikan jalan raya seperti bagian selatan kota Watampone benteng itu dijadikan jalan Kalimantan sekarang  dan begitupula  Lapangan Persibo ditimbun dari tanah benteng yang dahulu adalah persawahan.

Watampone

Ibukota lalebbata kerajaan Bone berakhir  tahun 1905.  Ketika Tentara Belanda menaklukkan Bone dengan hasil musyawarah pada tanggal 24 Agustus 1905. Kota Lalebbata berubah menjadi Watampone pada musyawarah Ade Pitu bersama Hindia Belanda di Bola SubbiE Istana Raja Lapawawoi Karaeng Sigeri. Istana kebanggaan Kerajaan Bone. Berukir dan besar menghadap Taman Raja atau sekarang Taman Bunga. Kemudian Istana ini di pindahkan di Makassar dab erdiri didepan karebosi sebagai tanda penaklukan Bone. Dan kembali ke Bone pada tahun 1922 atas permintaan Rakyat Bone Tetapi sayangnya Istana Bola SubbiE tidak utuh lagi.

Alun-alun kota Watampone atau yang lebih dikenal dengan Lapangan Merdeka
 Watampone yang berarti Pusatnya Bone. Zaman pemerintahan Hindia Belanda Penataan Kota dibangun. Area kota ditata mulai Wilayah ekonomi, Agama dan pendidikan, pemerintahan dan kalangan bangsawan. Jalan-jalan dibuat, Pohon Asam dan Kenari ditanam di pinggir jalan. Taman ditata seperti Koning Plein atau Taman Raja sekarang jadi Taman Bunga. Dan bangunan bangunan berciri Kolonial didirikan. Istana Raja Bone dibangun untuk menggantikan Istana Bola SubbiE menjadi Kantor Dewan Adat Pitu(Perpustakaan Daerah sekarang). Yang dipersiapkan Raja Bone La Mappanyukki pada tahun 1930 (Meseum Lapawaoi  sekarang) Bola Soba dipindahkan di jalan Veteran sebagai markas Marsose dan dididrikan Rumah Pejabat Hindia Belanda dengan sebutan Tuan Petoro Bottoa(Controler Residen).Dan Tangsi-tangsi militer dan juga Rumah Sakit. 

Bone  telah berusia 681 tahun tetapi jauh dari usia itu Tanah Bone telah ada dengan penduduknya.Sudah tiga kali pergantian nama Ibukota sejak tahun 1330 – sampai sekarang . Tetapi penduduknya masih tetap dan senang menyebut ibukotanya dengan sebutan Bone. Kota Watampone telah menyimpan sejarah  panjang dengan penduduknya  tetapi tidak memperlihatkan suatu kota sarat  sejarah masa lalu apalagi sebagai ibukota kerajaan Bugis terbesar. Oleh karen itu saatnya sekarang bangunan-bangunan tua bersejarah dan situs-situs perlu dipertahankan dan dilindungi sebagai identitas kota tua.

http://www.telukbone.org/ 
Read More