Selasa, 27 November 2012

Muhammad Jusuf Kalla "Daeng Ucu"

Muhammad Jusuf Kalla lahir di Watampone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, 15 Mei 1942. Ia menyelesaikan pendidikan pada Fakultas Ekonomi, Universitas Hasanuddin Makassar tahun 1967 dan The European Institute of Business Administration Fountainebleu, Prancis (1977). Pada Oktober 2004 menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia. Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (SBY-JK) berhasil sebagai pemenang Pemilu. SBY dilantik sebagai Presiden RI ke-6 dan M. Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden RI ke-10. Pasangan ini menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI yang pertama kali dipilih rakyat secara langsung. Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Presiden RI ke-4), M. Jusuf Kalla dipercayakan selama kurang dari setahun (1999-2000) sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI merangkap Kepala Bulog. Pada masa Presiden Megawati Soekarnoputri (2001-2004) ia dipilih menduduki jabatan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat. Jusuf Kalla kemudian mengundurkan diri sebagai Menko Kesra RI sebelum maju sebagai calon wakil presiden, mendampingi calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Selain tugas-tugas sebagai Menko Kesra, M. Jusuf Kalla telah meletakkan kerangka perdamaian di daerah konflik Poso, Sulawesi Tengah, dan Ambon, Maluku. Lewat pertemuan Malino I dan Malino II dan berhasil meredakan dan menyelesaian konflik di antara komunitas Kristen dan Muslim.

Kunjungan kerjanya sebagai Menko Kesra ke Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pada awal tahun 2004 memberinya inspirasi untuk menerapkan pengalaman penyelesaian konflik Ambon-Poso di NAD. Upaya penyelesaian Aceh di dalami dan dilanjutkan penanganannya saat setelah dilantik menjadi Wakil Presiden RI. Akhirnya, kesepakatan perdamaian untuk NAD antara Pemerintah dan tokoh-tokoh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) berhasil ditandatangani di Helsinki pada tanggal 15 Agustus 2005.
Pengalaman pada organisasi pemuda/mahasiswa seperti Ketua HMI Cabang Makassar tahun 1965-1966, Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Hasanuddin (UNHAS) 1965-1966, serta Ketua Presidium Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) tahun 1967-1969 memberi bekal untuk menyelesaikan masalah-masalah yang sulit tersebut.

Tahun 1965 sesaat setelah pembentukan Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar), M. Jusuf Kalla terpilih menjadi Ketua Pemuda Sekber Golkar Sulawesi Selatan dan Tenggara (1965-1968). Kemudian, terpilih menjadi Anggoa DPRD Provinsi Sulawesi Selatan Periode 1965-1968 mewakili Sekber Golkar. Pada Musyawarah Nasional (Munas) Golkar di Bali, bulan Desember 2004 ia terpilih menjadi Ketua Umum Partai Golkar Periode 2004-2009. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Anggota Dewan Penasihat DPP Golkar, dan menjadi Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Utusan Golkar (1982-1987), serta Anggota MPR-RI Utusan Daerah (1997-1999).

Putra pasangan Hadji Kalla dan Hajjah Athirah ini sebelum terjun ke pemerintahan dikenal luas oleh dunia usaha sebagai pengusaha sukses. Usaha-usaha yang dirintis ayahnya, NV. Hadji Kalla, diserahkan kepemimpinannya sesaat setelah ia diwisuda menjadi Sarjana Ekonomi di Universitas Hasanuddin Makassar Akhir Tahun 1967. Di samping menjadi Managing Director NV. Hadji Kalla, juga menjadi Direktur Utama PT Bumi Karsa dan PT Bukaka Teknik Utama.Usaha yang digelutinya, di samping usaha lama, ekspor hasil bumi, dikembangkan usaha yang penuh idealisme, yakni pembangunan infrastruktur seperti pembangunan jalan, jembatan, dan irigasi guna mendorong produktivitas masyarakat pertanian. Anak perusahaan NV. Hadji Kalla antara lain; PT Bumi Karsa (bidang konstruksi) dikenal sebagai kontraktor pembangunan jalan raya trans Sulawesi, irigasi di Sulsel, dan Sultra, jembatan-jembatan, dan lain-lain. PT Bukaka Teknik Utama didirikan untuk rekayasa industri dan dikenal sebagai pelopor pabrik Aspal Mixing Plant (AMP) dan gangway (garbarata) di Bandara, dan sejumlah anak perusahaan di bidang perumahan (real estate); transportasi, agrobisnis dan agroindustri.
Keluarga Besar Hajdi Kalla
Atas prestasinya di dunia usaha, Jusuf Kalla dipilih oleh dunia usaha menjadi Ketua Kamar Dagang dan Industri Daerah (Kadinda) Sulawesi Selatan (1985-1997), Ketua Dewan Pertimbangan KADIN Indonesia (1997-2002), Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), Sulawesi Selatan (1985-1995), Wakil Ketua ISEI Pusat (1987-2000), dan Penasihat ISEI Pusat (2000-sekarang).

Di bidang pendidikan, Jusuf Kalla menjadi Ketua Yayasan Pendidikan Hadji Kalla yang mewadahi TK, SD, SLTP, SLTA Athirah, Ketua Yayasan Pendidikan Al-Ghazali, Universitas Islam Makassar. Selain itu, ia menjabat Ketua Dewan Penyantun (Trustee) pada beberapa universitas, seperti Universitas Hasanuddin (UNHAS) Makassar; Institut Pertanian Bogor (IPB); Universitas Islam Negeri (UIN) Makassar; Universitas Negeri Makassar (UNM), Ketua Dewan Pembina Yayasan Wakaf Paramadina; Ketua Ikatan Keluarga Alumni (IKA) UNHAS.

Di kalangan ulama dan pemuka masyarakat, nama Jusuf Kalla dikenal sebagai Mustasyar Nahdhatul Ulama Wilayah Sulawesi Selatan, melanjutkan tugas-tugas dan tanggung jawab ayahnya, Hadji Kalla, yang sepanjang hidupnya menjadi bendahara NU Sulsel juga menjadi bendahara Masjid Raya, Masjid Besar yang bersejarah di Makassar. Ketika akan membangun masjid bersama Alm. Jenderal M. Jusuf, Jusuf Kalla dipilih menjadi Ketua Yayasan Badan Wakaf Masjid Al-Markaz al-Islami (Masjid Jend. M. Jusuf). Sekarang, Masjid tersebut menjadi Masjid termegah di Indonesia Timur.Di kalangan agama-agama lain selain Islam, Jusuf Kalla dipilih menjadi Ketua Forum Antar-Agama Sulsel.

Penggemar olah raga golf ini, selama sepuluh tahun (1980-1990) menjadi Ketua Persatuan Sepak Bola Makassar (PSM) dan Pemilik Club Sepak Bola Makassar Utama (MU) tahun 1985-1992. H. M. Jusuf Kalla yang menikah dengan Nyonya Hajjah Mufidah Jusuf telah dikaruniai satu putra dan empat putri serta dikaruniai sembilan cucu. Selain tugas rutin, Wakil Presiden Republik Indonesia juga melaksanakan program-program strategis pemerintah Indonesia, meliputi: revitalisasi pertanian dan kehutanan, pertanian; peningkatan kinerja industri dalam negeri dengan membangun industri listrik, dan industri pertahanan, energi dan sumber daya mineral; pekerjaan umum dengan percepatan pembangunan jalan tol Trans-Jawa, jalan di luar Jawa serta proyek pengairan skala menengah.

Program strategis Wakil Presiden Republik Indonesia juga mencakup: percepatan pembangunan bandara udara, pelabuhan dan kereta api; perdagangan dengan peningkatan ekspor; kelautan untuk peningkatan produksi perikanan; tenagakerja dengan penyelesaian masalah perburuhan; perumahan dengan membangun rumah susun; pariwisata dengan peningkatan; bidang BUMN dengan peningkatan kinerja BUMN; bidang Usaha Kecil Menengah dengan menghidupkan kembali sistem jaminan untuk kredit kecil; dan bidang penanaman modal dengan menyusun program perbaikan Doing Business.
Bersama Istri, Ny. Mufidah Jusuf

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla
Tempat/Tgl. Lahir : Watampone, 15 Mei 1942
Alamat Rumah : Jl. Denpasar Raya CIII/9 Kuningan Jakarta Pusat
Isteri : Ny. Mufidah Jusuf
Tempat/Tgl. Lahir : Sibolga, 12 Februari 1943
Anak-anak :

1. Muchlisa Jusuf
2. Muswirah Jusuf
3. Imelda Jusuf
4. Solichin Jusuf
5. Chaerani Jusuf
6. Cucu : (1). Ahmad Fikri; (2) Mashitah; (3) Jumilah Saffanah; (4) Emir Thaqib; (5) Rania Hamidah; (6) Aisha Kamilah; (7) Siti Safa; (8) Rasheed; dan (9) Maliq Jibran.


Pendidikan Terakhir : Fakultas Ekonomi, Universitas Hasanuddin Makassar, 1967
PENGALAMAN PEMERINTAHAN

* 1999 – 2000 : Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia
* 2001 – 2004 : Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rayat Republik Indonesia
* 2004 – Sekarang : Wakil Presiden RI

PARTAI GOLKAR

* N P A G : 20000000066
* 1965 – 1968 : Ketua Pemuda Golkar Sulsel
* 1978 – 1999 : Anggota Dewan Penasehat DPD Golkar Sulawesi Selatan
* 1999 – 2005 : Anggota Dewan Penasehat DPP Gololongan Karya (Golkar)
* 2005 – sekarang : Ketua Umum DPP Golkar


LEMBAGA LEGISLATIF

* 1965 – 1968 : Anggota DPRD Sulsel, mewakili Pemuda Sekber Golkar
* 1982 – 1987 : Anggota MPR – RI Utusan Golkar


BIDANG AGAMA

* Ketua Yasan Badan Wakaf Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar
* Bendahara Masjid Raya Makasar
* Mustasyar NU Sulsel
* Ketua Forum Antar-Agama Sulsel


BIDANG OLAHRAGA

* 1980-1990 : Ketua PSM Makassar
* 1985-1992 : Ketua Klub Sepak Bola Makassar Utama
* 1980-1990 : Bendahara PERBAKIN Sulawesi Selatan

BIDANG ORGANISASI MAHASISWA

* 1964-1966 : Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Ekonomi UNHAS Makassar
* 1965-1966 : Ketua Umum HMI Cabang Makassar
* 1966-1968 : Ketua Umum Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) Sulawesi Selatan

Referensi :
-
BIDANG ORGANISASI PROFESI

* 1985-1997 : Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Sulawesi Selatan
* 1997-2002 : Ketua Dewan Pertimbangan KADIN Indonesia
* 1985-1995 : Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Sulawesi Selatan
* 1987-2000 : Wakil Ketua ISEI Pusat
* 2000-Sekarang : Penasehat ISEI Pusat
* 1990-Sekarang : Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Hasanudin, Makassar.
* 1987-1992 : Anggota MPR RI (Anggota Badan Pekerja) - Utusan Golkar
* 1992-1997 : Anggota MPR RI (Anggota Badan Pekerja) - Utusan Daerah
* 1997-1999 : Anggota MPR RI (Anggota Badan Pekerja) - Utusan Daerah

BIDANG DUNIA USAHA

* 1969-2001 : Direktur Utama NV. Hadji Kalla
* 1969-2001 : Direktur Utama PT. Bumi Karsa
* 1988-2001 : Komisaris Utama PT. Bukaka Teknik Utama
* 1988-2001 : Direktur Utama PT. Bumi Sarana Utama
* 1988-2001 : Direktur Utama PT. Kalla Inti Karsa
* 1995-2001 : Komisaris Utama PT Bukaka Siagtel International

BIDANG SOSIAL/PENDIDIKAN

* 1982-Sekarang : Ketua Umum Yayasan Pendidikan Hadji Kalla
* 1990-Sekarang : Ketua Umum Yayasan pendidikan Al-Gozali Universitas Islam Makassar
* 1975-1995 : Ketua Yayasan Badan Wakaf Universitas Muslim Indonesia, Makassar
* 1975-Sekarang : Ketua Perguruan islam Dutumuseng, Makassar
* 1980-Sekarang :

* Anggota Dewan Penyantun Universitas Hasanudin,
* Anggota Dewan Penyantun IAIN Makassa,
* Anggota Dewan Penyantun UNM/IKIP Makassar.

* 2002-Sekarang : Anggota Wali Amanat IPB-Bogor.
* 2006-Sekarang : Ketua Dewan Pembina Yayasan Wakaf Paramadina.

Referensi :
http://community.um.ac.id/showthread.php?82969-Biografi-Jusuf-Kalla
Read More

Jumat, 23 November 2012

Menelusuri Jejak Kota Tua Watampone

Pendahuluan
Sekitar abad 10 Masehi Bone hanya sebuah wilayah kecil ditepi teluk Bone. Luasnya 4 km2. Letaknya sedikit lebih tinggi dibanding daerah sekitar sehingga disebut Tanete. Namun Bone purba berada dalam kerajaan Wewangriu zaman Lagaligo. Bone adalah nama bugis kuno yang berarti Pasir. Karena tanahnya berpasir kekuning-kuningan. Sehingga Bone dahulu disebut Tanah Bone. Tanah yang berpasir. sebutan ini berakhir pada zaman Belanda tahun 1940an.

Smpang Labbu, salah satu akses masuk kota Watampone
Kota Kawerang
Ketika kerajaan Bone berdiri pada tahun 1330 M. Ada 7 wanua  bergabung manjadi persekutuan yaitu 1.Wanua Ponceng, 2. Wanua Taneteriattang, 3. Wanua Tanete Riawang, 4. Wanua Ta, 5. Wanua Macege, 6.Wanua Ujung dan 7. WanuaTibojong. Ketujuh wanua ini  bersatu dalam panji  WorongporongE. Bendera Bintang Tujuh menandakan tujuh negeri dibawah kepemimpinan Raja Bone pertama bergelar MatasiLompoE.( Penguasa/penjaga Laut dan tanah ). Tetapi awal terbentuk kerajaan Bone ada beberapa wanua lain yang tidak bergabung dan cukup disegani pada waktu itu seperti Biru, Cellu, dan Majang. Sedang Bukaka atau Ciung  kemungkinan masuk dalam wanua Tanateriawang. Kerajaan ini mulai membangun wilayahnya dengan ibukota   Kawerang. Berada dalam wanua Tanete Riattang. Ditepi sungai Bone. Sungai yang ramai digunakan oleh penduduk Bone sebagai alur transportasi penting untuk  menghubungkan wanua lain. Hulunya ada dua dekat Anrobiring di Palakka dan  Palengoreng sedang muaranya di Toro Teluk Bone.

Kota Kawerang sebagai pusat pemerintahan  berasal dari  nama tumbuhan   Awerang yang banyak tumbuh disekitar sungai Bone.(Sekarang terletak di jalan ManurungE.). Sejenis ilalang dan senang tumbuh pada tanah lembab dan berair. Tingginya  kurang lebih 2 meter. Mempunyai bunga jambul putih. Karena dominan tumbuh  di daerah tersebut  penduduk   menyebut kampung  Kawerang berasal dari kata Engka- Awerang. Kemudian berubah sebutan menjadi  Kawerang. Sama dengan kampung-kampung lain seperti Kajuara karena Engka-Ajuara dan Kading karena Engka-Ading.

Kota inilah  Istana Raja Bone Pertama ManurungE ri Matajang berdiri.  Istana   menghadap sungai  (letaknya sekarang diduga sekitar Jalan raya dibelakang kantor Korem Toddopuli). Dalam lontara dikatakan bahwa istana itu berdiri dengan cepat sebelum Bulisanya mengering. Bulisa adalah sisa kulit kayu yang masih basah.  Bahkan ditempat ini pulalah  7 matoa bermusyawarah membentuk satu ikatan dalam pemerintahan Bone. Sistim pemerintahan ini disebut juga kawerang sesuai  tempat musyawarah dilaksanakan.. Sistim Kawerang masing-masing matoa tetap menjadi penguasa diwilayahnya dan sekaligus menjadi dewan pemerintahan Kerajaan Bone. Dan ini hanya berlangsung sampai Raja Bone 9 La Pattawe MatinroE Ri Bettung (Bulukumba)  kira-kira pada tahun 1569.

Kawerang sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Bone. Luas pada awalnya hanya sekitar sungai. Kemudian lambat laun berkembang seluruh wanua Taneteriattang termasuk wanua Tibojong diseberang sungai .Seiring kemajuan kerajaan Bone batas wilayah wanua Taneteriattang Kira kira sekarang  adalah Batas Kantor Korem membelok ke jalan Tamrin sampai sungai dan jalan ManurungE.

Pada Pemerintahan Raja Bone pertama lebih memfocuskan pada pembuatan aturan aturan kemasyarakatan dan Hukum  ditegakkan. Juga menjalin hubungan dengan Kerajaan- kerajaan tetangga yang besar dan lebih tua seperti Kerajaan Awangpone, Pattiro, Palakka, dan Cina.  Sebagai politik assiajingeng untuk meredam kembalinya  zaman sianre bale dan  Permaisuri Raja Bone I adalah ManurungE Ri Toro mempunyai anak 4 orang yaitu La Umasa, I Pattanra wanua,We Tenri Salogo dan We Aratiga. Kemudian anaknya bernama Laumasa menggantikan ayahnya .

Pada zaman  Raja Laumasa Raja Bone ke 2 berkuasa (1365-1398). Kota kawerang berkembang, baik jumlah penduduk maupun pemukiman sehingga kota  meluas seluruh wilayah Tanete Riattang  dan arah perkembangan kota  mulai begeser ke wanua Macege sebagai kampung industry pembuatan alat-alat pertanian dan senjata, utamanya Parang Cege. Parang cege, adalah parang yang bentuknya lebar . Macege berarti tempat pembuatan parang. Bahan baku besi didatangkan dari  Kelling dekat Lampoko. Raja Bone ke 2 La Umasa yang hobby dan ahli dalam pembuatan alat senjata dari besi. Mendirikan Istana di wilayah macege sehinggah  ramai penduduk bermukim utamanya dekat kediaman baginda di Lassonrong. Disekitar sumur lassonrong. Lassonrong berasal dari nama istana raja La Umasa mempunyai beranda di belakang istana dan istana di kelilingi gundukan tanah liat  diatasnya pagar bambu yang runcing sebagai benteng. Inilah yang disebut Sonrong. LaSonrong berarti istana yang mempunyai beranda belakang dan pagar benteng. Diberanda belakang istana tempat  malanro atau menempa besi milik Baginda.

Pada masa  pemerintahan Baginda banyak melakukan pengembangan wilayah baik dengan peperangan maupun dengan cara perkawinan. Baginda menaklukkan wanua Biru diselatan , wanua Cellu di timur dan Wanua Anrobiring dekat macege dan juga wanua Majang. Tahun 1398 Raja LaUmasa mangkat dan dimakamkan di jeppeE. Kampong yang ditumbuhi pohon Jeppe. Pohonnya besar dan tinggi menjulang. Sekarang wilayah itu  sekitar jalan Ahmad Yani watampone. Semasa hidupnya Laumasa bergelar  Petta Panre BessiE dan juga bergelar Petta To Molaiye Panreng (Yang pertama di makamkan) gelar anumerta. Baginda juga yang pertama bergelar Mangkau. Mengambil  tradisi leluhurnya ketika Bone purba sebagai kerajaan Wewangriu bergelar Mangkau. Laumasa mempunyai anak dua bernama To Suwalle dan To Salawakkang. Tetapi tidak menjadi Raja. Justru yang menggantikan La Umasa adalah kemanakannya. Anak Raja Palakka. bernama La Saliyu Karempaluwa. Raja termudah dalam sejarah Kerajaan Bone.

LaSaliyu Karempalua sebagai Raja Bone ke 3 (1398-1470) ,dikisahkan ,  penculikan dirinya ketika masih bayi usia baru beberapa hari atas perintah Raja Bone Laumasa. untuk menggantikannya Karena  anak Laumasa tidak memenuhi syarat  menjadi Raja. Lalu hasil musyawarah Matoa Pitu yang Pantas menjadi Raja adalah anak  Raja Palakka La Pattikkeng sebab Ibunya adalah Saudara Laumasa anak dari ManurungE Anak Pattola.. Hanya antara Raja Palakka La Pattikkeng dengan Raja Bone masih dalam pertikaian. Itulah sebabnya terjadi penculikan yang dipimpin oleh To Suwalle dan To Salawakkang.  Kisahnya perjalanan pulang dari Palakka setelah  menculik bayi  LaSaliyu oleh Sepupunya, anak dari Laumasa sempat beristirahat disuatu telaga untuk memercikkan air dan membasuh muka bayi La Saliyu. Bayi itu bergerak bangun (Cokkong) maka disebutlah sumur itu Lacokkong dan kemudian menjadi tradisi turun temurun setiap anak Raja yang dilahirkan wajib mandikan air lacokkong.

Taman Bunga, salah satu tempat favorit masyarakat Bone menghabiskan waktu
Masa pemerintahan Lasaliyu Kota Kawerang melebar ke Taneteriawang. Karena ditempat itu berdiri Pasar hadiah dari Ayah LaSaliyu  Raja Palakka. Pasar tersebut sekarang menjadi Pusat pertokoan di dekat Tanah BangkalaE sebagai Pusat kota Watampone . Dan  Istana Raja Bone ke 3 LaSaliyu  berdiri berdampingan dengan Pasar didepan istana dibuat  alun alun disebut Tanah BangkalaE. Dahulu berfungsi  sebagai  tempat berkumpul masyarakat  mendengarkan informasi dari  Raja atau Pejabat Istana. Kemudian akhirnya menjadi tempat pelantikan  Raja-Raja Bone  yang dimulai dari Raja Bone ke 4 We Benrigau. Tanah BangkalaE dijadikan pula pusat Bone. Possi Tanah. Maka perkembangan kota Kawerang meluas  mulai Wanua Tanteriatang, Macege utamanya Lassonrong, Tibojong dan Wanua Taneteriawang  disebut To Kawerang maksudnya orang kota. Pusat pemerintahan Bone. Adapun batas wanua Tante riawang Termasuk taman bunga dan sampai batas bukaka dan batas di laccokkong sekarang.


Ketika Raja Bone Lasaliyu masih kanak-kanak, maka kedua sepupunya melaksanakan pemerintahan dengan tugas masing-masing :

·         To Suwalle bertugas mewakili Raja Bone urusan pemerintahan kedalam sebagai Tomarilaleng kedalam sebagai Tomarilaleng I Kerajaaan Bone
·         To Salawakka bertugas mengatur urusan pemerintahan keluar dan ini merupakan MakkedangngE Tanah I dari Kerajaan Bone.        
                                                     
Dalam pelaksanaan sehari-hari keduanya dibantu oleh para Matoa dari tujuh Wanua, setelah menanjak dewasa Raja Lasaliyu mengendalikan pemerintahan, namun tetap dibantu oleh kedua kakak sepupunya. Pada saat berangkat berperang atau kunjungan daerah (kerajaan palili)selalu membawa bendera dan panji WorongporongE dan CellaE juga baginda membagi Bone dalam tiga wilayah sesuai dengan pembagian bendera yaitu:

·         WorongporongE: mambawahi negeri Matajang, Mataangin (Maroanging), Bukaka, Bukaka tengah (kampong tengngaE), Kawerang , Palengoreng dan Mallayirang (Mallari) dikordinasi oleh Matoa Matajang.
·         CellaE riAtau yaitu yang memakai umbul merah disebelah kanan dari bendera WorongporoE dipergunakan oleh rakyat dari : Paccing, Tanete (dekat Palenggoreng), Lemo-Lemo ( Desa Carebbu ), Masalle (dekat Melle), Macege, dan Belawa (dekat Maccope). Dipimpin oleh To Suwalle digelar Kajao Ciung.
·         CellaE ri Abeyo yaitu Negeri yang memakai umbul merah di sebelah kiri dari WorongporoE: Araseng, Ujung, Ponceng, Ta’, Katumpi, Padacengnga (desa padaidi dekat passippo) dan Madello (dekat desa Mico). Dipimpin oleh To Salawakka digelar Kajao Araseng.

Dalam Lontara disebutkan bahwa Raja ini menaklukkan Negeri Palengoreng (sebelah selatan Biru), Sinri (dekat Majang), Sancoreng (ponre), Cerowali, Apala, Bakke Tanete(cina), Attang Salo(dekat Katumpi), Soga, Lampoko, Lemoape, Bulu(dekat Cerowali), Parippung, dan Lompu, Limampanuwa ri Lau-Ale. Dan pada masa itu Palakka disatukan dengan Kawerang. Juga beberapa wanua datang bergabung secara sukarela. Sehingga kerajaaan-kerajaan tua seperti Cina, Pattiro, Awangpone, Barebbo dan Palakka sudah bergabung dengan Bone.

Baginda membuat perkampungan disebelah utara Kawerang dekat sungai Panyula dan LImpenno (muara sungai dekat Toro) sebagai tempat pelabuhan bagi perahu-perahu kerajaan di tambatkan bersama tempat tinggal pendayung dan petugas perahu Raja.

Dari Kota Kawerang Menjadi Kota Lalebbata
                 
Raja Bone  ke 6 La Uliyo BoteE (1535-1560) adalah pendiri benteng kota sekaligus peletak sistim perkotaan yang tangguh sebagai kota yang mandiri dan modern pada zamannya. Baginda dikenal pandai cermat dalam perencanaan. Pada masa berkuasa baginda didampingi seorang penasehat terkenal Kajao Laliddong yang sering dijuluki Lamellong. Kajao Laliddong yang dipercayakan mengarsiteki sekaligus pimpro dalam pembangunan kolosal membangun benteng Kota. Sehingga ada ungkapan ceritra rakyat bone bahwa “Cicengmi narenreng tekkengna kajaoLaliddong natepui bentengE”.
Lalebbata Kota Benteng.

Benteng  atau dalam bahasa bugis Lalebbata ini dibuat dari tanah liat diambil dari bukit bukaka. Benteng ini rata-rata tingginya 5 meter. Tebal dinding atas kurang lebih 2 meter dan Tebal dinding bawah (pondasi)15 meter. Sepanjang dinding luar benteng ditanami pohon bambu dan berbagai jenis pohon berfungsi untuk menahan dan mengikat tanah benteng. Bahan Pembuatannya diambil dari sebagian tanah bukaka. Tapi dinding benteng bagian utara dan timur disamping dari Tanah Liat juga diambil dari tanah disekitar atau didalam wilayah benteng untuk dijadikan persawahan. Tehnik pada pembangunan benteng tidak memakai alat perekat tetapi tekhnik sederhana susun timbun yang mengikuti kontur tanah. Bukan terbuat dari batu merah atau dinding dari batu gunung yang sudah dipahat. Walau ada sebagian benteng memakai batu utamanya dibagian Pintu utama keluar. Bentuk benteng Bone awalnya segi empat panjang. Kemudian  Raja berikutnya melakukan penambahan tinggi benteng dan dipertebal dinding benteng oleh Raja Bone Latenrirawe .Hal inilah nama Kota Kawerang berubah menjadi Lalebbata. Sesuai bentuk kota yang baru dengan adanya benteng dan meluas hampir semua wilayah wanua pitu masuk dalam area benteng.

Pada 1630 Raja Lamadderemmeng berkuasa mengalami pelebaran Benteng  sebelah Timur dan Utara dan menambah bastion-bastion dekat SalekoE.Bentuk sudut benteng melingkar sebagai bastion dan dipasang meriam-meriam besar. Apalagi  suasana politik ketika itu memanas dengan kebijakan Baginda penghapusan perbudakan.dan Model Benteng berubah dari segi empat panjang menjadi trapezium.Selain ada pintu Utama Benteng (seppa benteng) juga disetiap sisi benteng ada pintu-pintu untuk akses masuk bagi penduduk. Benteng ini dibuat sebagai alat pertahanan juga sebagai pusat pemerintahan. Oleh karena sumber kekuasaan berada di istana maka keletakan benteng juga berperan untuk pertahanan pusat-pusat hunian dan sumber daya yang ada disekitarnya

Jejak Benteng

Jika  menyelusuri Benteng dimulai dari sudut sebelah selatan kota,  benteng berdiri diatas jalan Kalimantan sekarang terus ke timur melewati pinggir jalan Kawerang melalui persawahan dekat sungai Bone .Ditempat itu berdiri bastion. Lalu ke timur lagi dekat jalan Paramuka disebut Diattang Benteng. Kemudian membelok ke Utara dan disudut benteng itu terdapat Sumur(bubung) LoppoE digunakan untuk persediaan air bagi prajurit Bone. Keutara benteng melalui persawahan dekat mesjid jalan Bajoe dan disebut Seppa BentengE.  Dan membelok ke  arah barat diatas jalan, pada sudut benteng  membulat sebagai bastion tetapi ada pula pelebaran benteng dekat Salekoe juga berdiri Bastion-bastion. Diatas jalan  menuju Bukaka membelok ke utara kira-kira 200 meter kearah  barat menuju bukaka dekat bubung Lagarowang. Komplek kuburan KalokkoE masuk dalam  benteng.

Disebut Awang benteng Dari Bukaka menuju ke selatan antara jalan Makmur dengan jalan Benteng adalah bekas benteng  dan bertemu di jalan Kalimantan dekat Kantor Dinas Kesahatan.  Benteng-benteng ini hancur akibat peperangan  utamanya dalam perang Bone dengan Belanda.

Pada tahun 1920an benteng-benteng ini umunya diambil tanahnya  dijadikan jalan raya seperti bagian selatan kota Watampone benteng itu dijadikan jalan Kalimantan sekarang  dan begitupula  Lapangan Persibo ditimbun dari tanah benteng yang dahulu adalah persawahan.

Watampone

Ibukota lalebbata kerajaan Bone berakhir  tahun 1905.  Ketika Tentara Belanda menaklukkan Bone dengan hasil musyawarah pada tanggal 24 Agustus 1905. Kota Lalebbata berubah menjadi Watampone pada musyawarah Ade Pitu bersama Hindia Belanda di Bola SubbiE Istana Raja Lapawawoi Karaeng Sigeri. Istana kebanggaan Kerajaan Bone. Berukir dan besar menghadap Taman Raja atau sekarang Taman Bunga. Kemudian Istana ini di pindahkan di Makassar dab erdiri didepan karebosi sebagai tanda penaklukan Bone. Dan kembali ke Bone pada tahun 1922 atas permintaan Rakyat Bone Tetapi sayangnya Istana Bola SubbiE tidak utuh lagi.

Alun-alun kota Watampone atau yang lebih dikenal dengan Lapangan Merdeka
 Watampone yang berarti Pusatnya Bone. Zaman pemerintahan Hindia Belanda Penataan Kota dibangun. Area kota ditata mulai Wilayah ekonomi, Agama dan pendidikan, pemerintahan dan kalangan bangsawan. Jalan-jalan dibuat, Pohon Asam dan Kenari ditanam di pinggir jalan. Taman ditata seperti Koning Plein atau Taman Raja sekarang jadi Taman Bunga. Dan bangunan bangunan berciri Kolonial didirikan. Istana Raja Bone dibangun untuk menggantikan Istana Bola SubbiE menjadi Kantor Dewan Adat Pitu(Perpustakaan Daerah sekarang). Yang dipersiapkan Raja Bone La Mappanyukki pada tahun 1930 (Meseum Lapawaoi  sekarang) Bola Soba dipindahkan di jalan Veteran sebagai markas Marsose dan dididrikan Rumah Pejabat Hindia Belanda dengan sebutan Tuan Petoro Bottoa(Controler Residen).Dan Tangsi-tangsi militer dan juga Rumah Sakit. 

Bone  telah berusia 681 tahun tetapi jauh dari usia itu Tanah Bone telah ada dengan penduduknya.Sudah tiga kali pergantian nama Ibukota sejak tahun 1330 – sampai sekarang . Tetapi penduduknya masih tetap dan senang menyebut ibukotanya dengan sebutan Bone. Kota Watampone telah menyimpan sejarah  panjang dengan penduduknya  tetapi tidak memperlihatkan suatu kota sarat  sejarah masa lalu apalagi sebagai ibukota kerajaan Bugis terbesar. Oleh karen itu saatnya sekarang bangunan-bangunan tua bersejarah dan situs-situs perlu dipertahankan dan dilindungi sebagai identitas kota tua.

http://www.telukbone.org/ 
Read More

Raja Bone III (La Saliyu Karampeluwa 1424–1496)

Masa Pemerintahan

Bertahtahnya La Saliyu di Kerajaan Bone tidak serta merta menghilangkan peran penting saudara sepupunya, To Suwalle dan To Sulawekka.Tugas berat justru menantinya. Ayahandanya (La Ummasa) memberi tugas kepada keduanya untuk menjalankan roda pemerintahan sementara mengingat La Saliyu masih bayi. To Sulawekka diserahi tugas untuk mengurus hubungan dengan kerajaan luar, semacam Menteri Luar Negeri, dalam hal ini dikenal dengan istilah Makkedang Tana. Sementara To Suwalle dipercaya memangkunya jabatan sebagai juru bicara yang bertugas memutuskan segala sesuatu yang berhubungan dengan kebijakan-kebijakan kerajaan. Jabatan ini lah yang kemudian pada pemerintahan raja-raja selanjutnya menjadi jabatan strategis, yakni sebagai To Marilaleng. Oleh karena itu, La Ummasa juga merupakan orang yang pertama kali memperkenalkan dasar-dasar sistem perintahan di kerajaan Bone.



Memasuki usia dewasa, barulah La Saliyu Karampeluwa mengunjungi orang tuanya di Palakka. Sesampainya di Palakka, kedua orang tuanya sangat gembira dan diberikanlah pusakanya yang menjadi miliknya, juga Pasar Palakka. Sejak itu orang tidak lagi berpasar di Palakka tapi pindah ke Bone.

Pada masa pemerintahannya, La Saliyu Karampeluwa sangat dicintai oleh rakyatnya karena memiliki sifat-sifat; rajin, jujur, cerdas, adil dan bijaksana. Ia juga dikenal pemberani dan tidak pernah gentar menghadapi musuh. Konon sejak masih bayi tidak pernah terkejut bila mendengarkan suara-suara aneh atau suara-suara besar.

La Saliyu Karampeluwa pulalah yang memulai mengucapkan ada passokkang (mosong/angngaru) terhadap musuh, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh arung-arung terdahulu seperti yang tercatat dalam Galigo. Ia pula yang membuat bate (bendera) yang bernama; CellaE ri abeo dan CellaE ri atau (Merah di sebelah kiri dan Merah di sebelah kanan WoromporongE).

Pada saat itu orang Bone terbagi atas tiga bahagian dan masing-masing bahagian bernaung di bawah bendera tersebut. Yang bernaung di bawah bendera WoromporongE adalah Arumpone sendiri dan orang Majang sebagai pembawanya. Yang bernaung di bawah bendera CellaE ri atau adalah orang Paccing, Tanete, Lemolemo, Melle, Macege, Belawa pembawanya adalah Kajao Paccing. Sedangkan yang bernaung di bawah bendera CellaE ri abeo adalah orang Araseng, Ujung, Ta’, Katumpi, Padaccengnga, Madello, pembawanya adalah Kajao Araseng.

Untuk memperluas wilayah kerajaannya, La Saliyu Karampeluwa menaklukkan negeri-negeri sekitarnya seperti; Pallengoreng, Sinri, Anro Biring, Melle, Sancereng, Cirowali, Bakke, Apala, Tanete, Attang Salo, Soga, Lampoko, Lemoape, Bulu Riattang Salo, Parigi, Lompu. Pada masa pemerintahannya dia mempersatukan orang Bone dengan orang Palakka yang membuat Palakka sebagai wilayah bawahan dari Bone.

Beberapa negeri berikutnya menyatakan diri bernaung di bawah pemerintahannya, seperti; LimampanuwaE ri Alau Ale’ (Lanca, Otting, Tajong, Ulo dan Palongki). Datang pula Arung Baba UwaE yang bernama La Tenri Waru menemui menantunya menyatakan bernaung di bawah Kerajaan Bone. Begitu pula Arung Barebbo dan Arung Pattiro yang bernama La Paonro menemui iparnya menyatakan bernaung di bawah Kerajaan Bone, juga Arung Cina, Ureng dan Pasempe.

Arung Kaju yang bernama La Tenri Bali di samping datang untuk menyatakan diri bergabung dengan Bone, sekaligus melamar anak Arumpone yang bernama We Banrigau dan dutanya diterima.Selanjutnya Arung Ponre, LimaE Bate ri Attangale’, AseraE Bate ri Awangale’ datang bergabung dengan Bone. Boleh dikata pada saat pemerintahannya, seluruh wilayah disekitarnya menyatakan diri bergabung dengan Bone.

La Saliyu Karampeluwa dikenal sangat mencintai dan menghormati kedua orang tuanya. Hamba sendirinya dikeluarkan dari Saoraja dan ditempatkan di Panyula. Sementara hamba yang didapatkan setelah menjadi Arumpone di tempatkan di Limpenno. Orang Panyula dan orang Limpennolah yang mempersembahkan ikan. Dia pula yang menjadi pendayung perahunya dan pengusungnya jika Arumpone bepergian jauh.

Masa Akhir Pemerintahan

Setelah genap 72 tahun menjadi Mangkau’ di Bone, dikumpulkanlah seluruh orang Bone dan menyampaikan bahwa, ”Saya mengumpulkan kalian untuk memberitahukan bahwa mengingat usia saya sudah tua dan kekuatan saya sudah semakin melemah, maka saya bermaksud untuk memindahkan kekuasaan saya sebagai Mangkau’ di Bone. Pengganti saya adalah anak saya yang bernama We Banrigau Daeng Marowa yang digelar MakkaleppiE-Arung Majang”.

 

Mendengar itu, semua orang Bone menyatakan setuju. Maka dikibarkanlah bendera WoromporongE. Setelah itu berkata lagi Arumpone,”Di samping saya menyerahkan kekuasaan, juga saya serahkan perjanjian yang telah disepakati oleh orang Bone dengan Puatta Mulaiye Panreng untuk dilanjutkan oleh anak saya”.Setelah orang Bone kembali, hanya satu malam saja Arumpone meninggal dunia.

 

Silsilah

La Saliyu Karampeluwa dikawinkan oleh orang tuanya dengan sepupunya yang bernama We Tenri Roppo anak pattola (putri mahkota) Arung Paccing. Dari perkawinan itu lahirlah We Banrigau Daeng Marowa digelar MakkaleppiE kemudian menjadi Arung Majang, We Pattana Daeng Mabela. Sementara bagi orang Bukaka, sebahagian dibawa ke Majang. Mereka itulah yang menjadi rakyat MakkaleppiE yang mendirikannya Sao LampeE di Bone, yang diberi nama Lawelareng. Oleh karena itu, maka digelarlah MakkaleppiE–Massao LampeE Lawelareng. Bagi orang banyak menyebutnya, Puatta Lawelareng.

Anak La Saliyu Karampeluwa dengan isterinya We Tenri Roppo Arung Paccing, adalah ; We Banrigau Daeng Marowa MakkaleppiE kawin dengan sepupunya yang bernama La Tenri Bali Arung Kaju. Dari perkawinan itu lahirlah La Tenri Sukki, La Panaungi To Pawawoi Arung Palenna, La Pateddungi To Pasampoi, La Tenri Gora Arung Cina juga Arung di Majang, La Tenri Gera’ To Tenri Saga, La Tadampare (meninggal dimasa kecil), We Tenri Sumange’ Da Tenri Wewang, We Tenri Talunru Da Tenri Palesse.

Adapun anak La Saliyu Karampeluwa dari isterinya yang bernama We Tenro Arung Amali yaitu La Mappasessu kawin dengan We Tenri Lekke’.La Saliyu Karampeluwa tiga bersaudara. Saudara perempuannya yang bernama We Tenri Pappa kawin dengan La Tenri Lampa Arung Kaju melahirkan La Tenri Bali (suami We Banrigau), sedangkan saudara perempuannya yang bernama We Tenri Roro kawin dengan La Paonro Arung Pattiro, lahirlah La Settia Arung Pattiro yang selanjutnya kawin dengan We Tenri Bali.

 

 



Read More