Pendahuluan
Sekitar abad 10 Masehi Bone hanya sebuah wilayah kecil ditepi teluk Bone. Luasnya 4 km2. Letaknya sedikit lebih tinggi dibanding daerah sekitar sehingga disebut Tanete. Namun Bone purba berada dalam kerajaan Wewangriu zaman Lagaligo. Bone adalah nama bugis kuno yang berarti Pasir. Karena tanahnya berpasir kekuning-kuningan. Sehingga Bone dahulu disebut Tanah Bone. Tanah yang berpasir. sebutan ini berakhir pada zaman Belanda tahun 1940an.
Kota Kawerang
Ketika
kerajaan Bone berdiri pada tahun 1330 M. Ada 7 wanua bergabung
manjadi persekutuan yaitu 1.Wanua Ponceng, 2. Wanua Taneteriattang, 3. Wanua
Tanete Riawang, 4. Wanua Ta, 5. Wanua Macege, 6.Wanua Ujung dan 7.
WanuaTibojong. Ketujuh wanua ini bersatu dalam panji WorongporongE.
Bendera Bintang Tujuh menandakan tujuh negeri dibawah kepemimpinan Raja Bone
pertama bergelar MatasiLompoE.( Penguasa/penjaga Laut dan tanah ).
Tetapi awal terbentuk kerajaan Bone ada beberapa wanua lain yang tidak
bergabung dan cukup disegani pada waktu itu seperti Biru, Cellu, dan Majang.
Sedang Bukaka atau Ciung kemungkinan masuk dalam wanua Tanateriawang.
Kerajaan ini mulai membangun wilayahnya dengan ibukota Kawerang.
Berada dalam wanua Tanete Riattang. Ditepi sungai Bone. Sungai yang ramai digunakan
oleh penduduk Bone sebagai alur transportasi penting untuk menghubungkan
wanua lain. Hulunya ada dua dekat Anrobiring di Palakka dan Palengoreng
sedang muaranya di Toro Teluk Bone.
Kota Kawerang sebagai pusat
pemerintahan berasal dari nama tumbuhan Awerang
yang banyak tumbuh disekitar sungai Bone.(Sekarang terletak di jalan
ManurungE.). Sejenis ilalang dan senang tumbuh pada tanah lembab dan berair.
Tingginya kurang lebih 2 meter. Mempunyai bunga jambul putih. Karena
dominan tumbuh di daerah tersebut penduduk menyebut
kampung Kawerang berasal dari kata Engka- Awerang. Kemudian
berubah sebutan menjadi Kawerang. Sama dengan kampung-kampung lain
seperti Kajuara karena Engka-Ajuara dan Kading karena Engka-Ading.
Kota inilah Istana Raja Bone
Pertama ManurungE ri Matajang berdiri. Istana menghadap
sungai (letaknya sekarang diduga sekitar Jalan raya dibelakang kantor
Korem Toddopuli). Dalam lontara dikatakan bahwa istana itu berdiri dengan
cepat sebelum Bulisanya mengering. Bulisa adalah sisa kulit kayu yang
masih basah. Bahkan ditempat ini pulalah 7 matoa bermusyawarah
membentuk satu ikatan dalam pemerintahan Bone. Sistim pemerintahan ini disebut
juga kawerang sesuai tempat musyawarah dilaksanakan.. Sistim Kawerang
masing-masing matoa tetap menjadi penguasa diwilayahnya dan sekaligus menjadi
dewan pemerintahan Kerajaan Bone. Dan ini hanya berlangsung sampai Raja Bone
9 La Pattawe MatinroE Ri Bettung (Bulukumba) kira-kira pada tahun
1569.
Kawerang sebagai pusat pemerintahan
Kerajaan Bone. Luas pada awalnya hanya sekitar sungai. Kemudian lambat laun
berkembang seluruh wanua Taneteriattang termasuk wanua Tibojong diseberang
sungai .Seiring kemajuan kerajaan Bone batas wilayah wanua Taneteriattang Kira
kira sekarang adalah Batas Kantor Korem membelok ke jalan Tamrin sampai
sungai dan jalan ManurungE.
Pada Pemerintahan Raja Bone pertama
lebih memfocuskan pada pembuatan aturan aturan kemasyarakatan dan Hukum
ditegakkan. Juga menjalin hubungan dengan Kerajaan- kerajaan tetangga
yang besar dan lebih tua seperti Kerajaan Awangpone, Pattiro, Palakka, dan
Cina. Sebagai politik assiajingeng untuk meredam kembalinya zaman
sianre bale dan Permaisuri Raja Bone I adalah ManurungE Ri Toro mempunyai
anak 4 orang yaitu La Umasa, I Pattanra wanua,We Tenri Salogo dan We Aratiga.
Kemudian anaknya bernama Laumasa menggantikan ayahnya .
Pada zaman Raja Laumasa Raja
Bone ke 2 berkuasa (1365-1398). Kota kawerang berkembang, baik
jumlah penduduk maupun pemukiman sehingga kota meluas seluruh wilayah Tanete
Riattang dan arah perkembangan kota mulai begeser ke wanua Macege
sebagai kampung industry pembuatan alat-alat pertanian dan senjata, utamanya
Parang Cege. Parang cege, adalah parang yang bentuknya lebar . Macege
berarti tempat pembuatan parang. Bahan baku besi didatangkan
dari Kelling dekat Lampoko. Raja Bone ke 2 La Umasa yang hobby dan
ahli dalam pembuatan alat senjata dari besi. Mendirikan Istana di wilayah
macege sehinggah ramai penduduk bermukim utamanya dekat kediaman baginda
di Lassonrong. Disekitar sumur lassonrong. Lassonrong berasal dari nama
istana raja La Umasa mempunyai beranda di belakang istana dan istana di kelilingi
gundukan tanah liat diatasnya pagar bambu yang runcing sebagai benteng.
Inilah yang disebut Sonrong. LaSonrong berarti istana yang mempunyai
beranda belakang dan pagar benteng. Diberanda belakang istana tempat malanro
atau menempa besi milik Baginda.
Pada masa pemerintahan Baginda
banyak melakukan pengembangan wilayah baik dengan peperangan maupun dengan cara
perkawinan. Baginda menaklukkan wanua Biru diselatan , wanua Cellu di timur dan
Wanua Anrobiring dekat macege dan juga wanua Majang. Tahun 1398 Raja LaUmasa
mangkat dan dimakamkan di jeppeE. Kampong yang ditumbuhi pohon Jeppe.
Pohonnya besar dan tinggi menjulang. Sekarang wilayah itu sekitar jalan
Ahmad Yani watampone. Semasa hidupnya Laumasa bergelar Petta Panre
BessiE dan juga bergelar Petta To Molaiye Panreng (Yang pertama di
makamkan) gelar anumerta. Baginda juga yang pertama bergelar Mangkau.
Mengambil tradisi leluhurnya ketika Bone purba sebagai kerajaan Wewangriu
bergelar Mangkau. Laumasa mempunyai anak dua bernama To Suwalle dan To
Salawakkang. Tetapi tidak menjadi Raja. Justru yang menggantikan La
Umasa adalah kemanakannya. Anak Raja Palakka. bernama La Saliyu Karempaluwa.
Raja termudah dalam sejarah Kerajaan Bone.
LaSaliyu Karempalua sebagai Raja
Bone ke 3 (1398-1470) ,dikisahkan , penculikan
dirinya ketika masih bayi usia baru beberapa hari atas perintah Raja Bone
Laumasa. untuk menggantikannya Karena anak Laumasa tidak memenuhi syarat
menjadi Raja. Lalu hasil musyawarah Matoa Pitu yang Pantas menjadi
Raja adalah anak Raja Palakka La Pattikkeng sebab Ibunya adalah Saudara
Laumasa anak dari ManurungE Anak Pattola.. Hanya antara Raja Palakka La Pattikkeng
dengan Raja Bone masih dalam pertikaian. Itulah sebabnya terjadi penculikan
yang dipimpin oleh To Suwalle dan To Salawakkang. Kisahnya perjalanan
pulang dari Palakka setelah menculik bayi LaSaliyu oleh Sepupunya,
anak dari Laumasa sempat beristirahat disuatu telaga untuk memercikkan air dan
membasuh muka bayi La Saliyu. Bayi itu bergerak bangun (Cokkong) maka
disebutlah sumur itu Lacokkong dan kemudian menjadi tradisi turun temurun
setiap anak Raja yang dilahirkan wajib mandikan air lacokkong.
Taman Bunga, salah satu tempat favorit masyarakat Bone menghabiskan waktu |
Ketika Raja Bone Lasaliyu masih
kanak-kanak, maka kedua sepupunya melaksanakan pemerintahan dengan tugas
masing-masing :
·
To Suwalle bertugas
mewakili Raja Bone urusan pemerintahan kedalam sebagai Tomarilaleng kedalam
sebagai Tomarilaleng I Kerajaaan Bone
·
To Salawakka bertugas mengatur
urusan pemerintahan keluar dan ini merupakan MakkedangngE Tanah I dari Kerajaan
Bone.
Dalam pelaksanaan sehari-hari
keduanya dibantu oleh para Matoa dari tujuh Wanua, setelah menanjak dewasa Raja
Lasaliyu mengendalikan pemerintahan, namun tetap dibantu oleh kedua kakak
sepupunya. Pada saat berangkat berperang atau kunjungan daerah (kerajaan
palili)selalu membawa bendera dan panji WorongporongE dan CellaE juga baginda
membagi Bone dalam tiga wilayah sesuai dengan pembagian bendera yaitu:
·
WorongporongE:
mambawahi negeri Matajang, Mataangin (Maroanging), Bukaka, Bukaka tengah
(kampong tengngaE), Kawerang , Palengoreng dan Mallayirang (Mallari)
dikordinasi oleh Matoa Matajang.
·
CellaE riAtau
yaitu yang memakai umbul merah disebelah kanan dari bendera WorongporoE
dipergunakan oleh rakyat dari : Paccing, Tanete (dekat Palenggoreng), Lemo-Lemo
( Desa Carebbu ), Masalle (dekat Melle), Macege, dan Belawa (dekat Maccope).
Dipimpin oleh To Suwalle digelar Kajao Ciung.
·
CellaE ri Abeyo
yaitu Negeri yang memakai umbul merah di sebelah kiri dari WorongporoE:
Araseng, Ujung, Ponceng, Ta’, Katumpi, Padacengnga (desa padaidi dekat
passippo) dan Madello (dekat desa Mico). Dipimpin oleh To Salawakka digelar
Kajao Araseng.
Dalam Lontara disebutkan bahwa Raja
ini menaklukkan Negeri Palengoreng (sebelah selatan Biru), Sinri (dekat
Majang), Sancoreng (ponre), Cerowali, Apala, Bakke Tanete(cina), Attang
Salo(dekat Katumpi), Soga, Lampoko, Lemoape, Bulu(dekat Cerowali), Parippung,
dan Lompu, Limampanuwa ri Lau-Ale. Dan pada masa itu Palakka disatukan dengan
Kawerang. Juga beberapa wanua datang bergabung secara sukarela. Sehingga
kerajaaan-kerajaan tua seperti Cina, Pattiro, Awangpone, Barebbo dan Palakka
sudah bergabung dengan Bone.
Baginda membuat perkampungan
disebelah utara Kawerang dekat sungai Panyula dan LImpenno (muara sungai
dekat Toro) sebagai tempat pelabuhan bagi perahu-perahu kerajaan di tambatkan
bersama tempat tinggal pendayung dan petugas perahu Raja.
Dari Kota Kawerang Menjadi Kota
Lalebbata
Raja Bone ke 6 La Uliyo BoteE
(1535-1560) adalah pendiri benteng kota
sekaligus peletak sistim perkotaan yang tangguh sebagai kota yang mandiri dan
modern pada zamannya. Baginda dikenal pandai cermat dalam perencanaan. Pada
masa berkuasa baginda didampingi seorang penasehat terkenal Kajao Laliddong yang
sering dijuluki Lamellong. Kajao Laliddong yang dipercayakan
mengarsiteki sekaligus pimpro dalam pembangunan kolosal membangun benteng Kota.
Sehingga ada ungkapan ceritra rakyat bone bahwa “Cicengmi narenreng
tekkengna kajaoLaliddong natepui bentengE”.
Lalebbata Kota Benteng.
Benteng
atau dalam bahasa bugis Lalebbata ini dibuat dari tanah liat
diambil dari bukit bukaka. Benteng ini rata-rata tingginya 5 meter. Tebal
dinding atas kurang lebih 2 meter dan Tebal dinding bawah (pondasi)15 meter.
Sepanjang dinding luar benteng ditanami pohon bambu dan berbagai jenis pohon
berfungsi untuk menahan dan mengikat tanah benteng. Bahan Pembuatannya diambil
dari sebagian tanah bukaka. Tapi dinding benteng bagian utara dan timur
disamping dari Tanah Liat juga diambil dari tanah disekitar atau didalam
wilayah benteng untuk dijadikan persawahan. Tehnik pada pembangunan benteng
tidak memakai alat perekat tetapi tekhnik sederhana susun timbun yang mengikuti
kontur tanah. Bukan terbuat dari batu merah atau dinding dari batu gunung yang
sudah dipahat. Walau ada sebagian benteng memakai batu utamanya dibagian Pintu
utama keluar. Bentuk benteng Bone awalnya segi empat panjang. Kemudian
Raja berikutnya melakukan penambahan tinggi benteng dan dipertebal dinding
benteng oleh Raja Bone Latenrirawe .Hal inilah nama Kota Kawerang
berubah menjadi Lalebbata. Sesuai bentuk kota yang baru dengan adanya benteng
dan meluas hampir semua wilayah wanua pitu masuk dalam area benteng.
Pada 1630 Raja Lamadderemmeng
berkuasa mengalami pelebaran Benteng sebelah Timur dan Utara dan menambah
bastion-bastion dekat SalekoE.Bentuk sudut benteng melingkar sebagai bastion
dan dipasang meriam-meriam besar. Apalagi suasana politik ketika itu
memanas dengan kebijakan Baginda penghapusan perbudakan.dan Model Benteng
berubah dari segi empat panjang menjadi trapezium.Selain ada pintu Utama
Benteng (seppa benteng) juga disetiap sisi benteng ada pintu-pintu untuk akses
masuk bagi penduduk. Benteng ini dibuat sebagai alat pertahanan juga sebagai
pusat pemerintahan. Oleh karena sumber kekuasaan berada di istana maka
keletakan benteng juga berperan untuk pertahanan pusat-pusat hunian dan sumber
daya yang ada disekitarnya
Jejak Benteng
Jejak Benteng
Jika menyelusuri Benteng
dimulai dari sudut sebelah selatan kota, benteng berdiri diatas jalan
Kalimantan sekarang terus ke timur melewati pinggir jalan Kawerang melalui
persawahan dekat sungai Bone .Ditempat itu berdiri bastion. Lalu ke timur lagi
dekat jalan Paramuka disebut Diattang Benteng. Kemudian membelok ke
Utara dan disudut benteng itu terdapat Sumur(bubung) LoppoE digunakan
untuk persediaan air bagi prajurit Bone. Keutara benteng melalui persawahan
dekat mesjid jalan Bajoe dan disebut Seppa BentengE. Dan membelok
ke arah barat diatas jalan, pada sudut benteng membulat sebagai
bastion tetapi ada pula pelebaran benteng dekat Salekoe juga berdiri
Bastion-bastion. Diatas jalan menuju Bukaka membelok ke utara kira-kira
200 meter kearah barat menuju bukaka dekat bubung Lagarowang.
Komplek kuburan KalokkoE masuk dalam benteng.
Disebut Awang benteng Dari
Bukaka menuju ke selatan antara jalan Makmur dengan jalan Benteng adalah bekas
benteng dan bertemu di jalan Kalimantan dekat Kantor Dinas
Kesahatan. Benteng-benteng ini hancur akibat peperangan utamanya
dalam perang Bone dengan Belanda.
Pada tahun 1920an benteng-benteng
ini umunya diambil tanahnya dijadikan jalan raya seperti bagian selatan
kota Watampone benteng itu dijadikan jalan Kalimantan sekarang dan
begitupula Lapangan Persibo ditimbun dari tanah benteng yang dahulu
adalah persawahan.
Watampone
Watampone
Ibukota
lalebbata kerajaan Bone berakhir tahun 1905. Ketika
Tentara Belanda menaklukkan Bone dengan hasil musyawarah pada tanggal 24
Agustus 1905. Kota Lalebbata berubah menjadi Watampone pada
musyawarah Ade Pitu bersama Hindia Belanda di Bola SubbiE Istana Raja Lapawawoi
Karaeng Sigeri. Istana kebanggaan Kerajaan Bone. Berukir dan besar menghadap
Taman Raja atau sekarang Taman Bunga. Kemudian Istana ini di pindahkan di
Makassar dab erdiri didepan karebosi sebagai tanda penaklukan Bone. Dan kembali
ke Bone pada tahun 1922 atas permintaan Rakyat Bone Tetapi sayangnya Istana
Bola SubbiE tidak utuh lagi.
Alun-alun kota Watampone atau yang lebih dikenal dengan Lapangan Merdeka |
Watampone yang berarti Pusatnya Bone. Zaman pemerintahan Hindia Belanda
Penataan Kota dibangun. Area kota ditata mulai Wilayah ekonomi, Agama dan
pendidikan, pemerintahan dan kalangan bangsawan. Jalan-jalan dibuat, Pohon Asam
dan Kenari ditanam di pinggir jalan. Taman ditata seperti Koning Plein atau
Taman Raja sekarang jadi Taman Bunga. Dan bangunan bangunan berciri Kolonial
didirikan. Istana Raja Bone dibangun untuk menggantikan Istana Bola SubbiE
menjadi Kantor Dewan Adat Pitu(Perpustakaan Daerah sekarang). Yang dipersiapkan
Raja Bone La Mappanyukki pada tahun 1930 (Meseum Lapawaoi sekarang) Bola
Soba dipindahkan di jalan Veteran sebagai markas Marsose dan dididrikan Rumah
Pejabat Hindia Belanda dengan sebutan Tuan Petoro Bottoa(Controler Residen).Dan
Tangsi-tangsi militer dan juga Rumah Sakit.
Bone telah berusia 681 tahun
tetapi jauh dari usia itu Tanah Bone telah ada dengan penduduknya.Sudah tiga
kali pergantian nama Ibukota sejak tahun 1330 – sampai sekarang . Tetapi
penduduknya masih tetap dan senang menyebut ibukotanya dengan sebutan Bone.
Kota Watampone telah menyimpan sejarah panjang dengan penduduknya
tetapi tidak memperlihatkan suatu kota sarat sejarah masa lalu
apalagi sebagai ibukota kerajaan Bugis terbesar. Oleh karen itu saatnya
sekarang bangunan-bangunan tua bersejarah dan situs-situs perlu dipertahankan
dan dilindungi sebagai identitas kota tua.
http://www.telukbone.org/