Masa Pemerintahan
Bertahtahnya La Saliyu di Kerajaan Bone tidak serta merta menghilangkan peran penting saudara sepupunya, To Suwalle dan To Sulawekka.Tugas berat justru menantinya. Ayahandanya (La Ummasa) memberi tugas kepada keduanya untuk menjalankan roda pemerintahan sementara mengingat La Saliyu masih bayi. To Sulawekka diserahi tugas untuk mengurus hubungan dengan kerajaan luar, semacam Menteri Luar Negeri, dalam hal ini dikenal dengan istilah Makkedang Tana. Sementara To Suwalle dipercaya memangkunya jabatan sebagai juru bicara yang
bertugas memutuskan segala sesuatu yang berhubungan dengan
kebijakan-kebijakan kerajaan. Jabatan ini lah yang kemudian pada
pemerintahan raja-raja selanjutnya menjadi jabatan strategis, yakni
sebagai To Marilaleng. Oleh karena itu, La Ummasa juga merupakan orang yang pertama kali memperkenalkan dasar-dasar sistem perintahan di kerajaan Bone.
Memasuki usia dewasa, barulah La Saliyu Karampeluwa mengunjungi
orang tuanya di Palakka. Sesampainya di Palakka, kedua orang tuanya
sangat gembira dan diberikanlah pusakanya yang menjadi miliknya, juga
Pasar Palakka. Sejak itu orang tidak lagi berpasar di Palakka tapi
pindah ke Bone.
Pada masa pemerintahannya, La Saliyu Karampeluwa sangat dicintai oleh
rakyatnya karena memiliki sifat-sifat; rajin, jujur, cerdas, adil dan
bijaksana. Ia juga dikenal pemberani dan tidak pernah gentar menghadapi
musuh. Konon sejak masih bayi tidak pernah terkejut bila mendengarkan
suara-suara aneh atau suara-suara besar.
La Saliyu Karampeluwa pulalah yang memulai mengucapkan ada passokkang
(mosong/angngaru) terhadap musuh, sebagaimana yang pernah dilakukan
oleh arung-arung terdahulu seperti yang tercatat dalam Galigo. Ia pula
yang membuat bate (bendera) yang bernama; CellaE ri abeo dan CellaE ri
atau (Merah di sebelah kiri dan Merah di sebelah kanan WoromporongE).
Pada saat itu orang Bone terbagi atas tiga bahagian dan masing-masing
bahagian bernaung di bawah bendera tersebut. Yang bernaung di bawah
bendera WoromporongE adalah Arumpone sendiri dan orang Majang sebagai
pembawanya. Yang bernaung di bawah bendera CellaE ri atau adalah orang
Paccing, Tanete, Lemolemo, Melle, Macege, Belawa pembawanya adalah Kajao
Paccing. Sedangkan yang bernaung di bawah bendera CellaE ri abeo adalah
orang Araseng, Ujung, Ta’, Katumpi, Padaccengnga, Madello, pembawanya
adalah Kajao Araseng.
Untuk memperluas wilayah kerajaannya, La Saliyu Karampeluwa
menaklukkan negeri-negeri sekitarnya seperti; Pallengoreng, Sinri, Anro
Biring, Melle, Sancereng, Cirowali, Bakke, Apala, Tanete, Attang Salo,
Soga, Lampoko, Lemoape, Bulu Riattang Salo, Parigi, Lompu. Pada masa
pemerintahannya dia mempersatukan orang Bone dengan orang Palakka yang
membuat Palakka sebagai wilayah bawahan dari Bone.
Beberapa negeri berikutnya menyatakan diri bernaung di bawah
pemerintahannya, seperti; LimampanuwaE ri Alau Ale’ (Lanca, Otting,
Tajong, Ulo dan Palongki). Datang pula Arung Baba UwaE yang bernama La
Tenri Waru menemui menantunya menyatakan bernaung di bawah Kerajaan
Bone. Begitu pula Arung Barebbo dan Arung Pattiro yang bernama La Paonro
menemui iparnya menyatakan bernaung di bawah Kerajaan Bone, juga Arung
Cina, Ureng dan Pasempe.
Arung Kaju yang bernama La Tenri Bali di samping datang untuk
menyatakan diri bergabung dengan Bone, sekaligus melamar anak Arumpone
yang bernama We Banrigau dan dutanya diterima.Selanjutnya Arung Ponre, LimaE Bate ri Attangale’, AseraE Bate ri
Awangale’ datang bergabung dengan Bone. Boleh dikata pada saat
pemerintahannya, seluruh wilayah disekitarnya menyatakan diri bergabung
dengan Bone.
La Saliyu Karampeluwa dikenal sangat mencintai dan menghormati kedua
orang tuanya. Hamba sendirinya dikeluarkan dari Saoraja dan ditempatkan
di Panyula. Sementara hamba yang didapatkan setelah menjadi Arumpone di
tempatkan di Limpenno. Orang Panyula dan orang Limpennolah yang
mempersembahkan ikan. Dia pula yang menjadi pendayung perahunya dan
pengusungnya jika Arumpone bepergian jauh.
Masa Akhir Pemerintahan
Setelah genap 72 tahun menjadi Mangkau’ di Bone, dikumpulkanlah seluruh orang Bone dan menyampaikan bahwa, ”Saya mengumpulkan kalian untuk memberitahukan bahwa mengingat usia saya sudah tua dan kekuatan saya sudah semakin melemah, maka saya bermaksud untuk memindahkan kekuasaan saya sebagai Mangkau’ di Bone. Pengganti saya adalah anak saya yang bernama We Banrigau Daeng Marowa yang digelar MakkaleppiE-Arung Majang”.
Mendengar itu, semua orang Bone menyatakan setuju. Maka dikibarkanlah bendera WoromporongE. Setelah itu berkata lagi Arumpone,”Di samping saya menyerahkan kekuasaan, juga saya serahkan perjanjian yang telah disepakati oleh orang Bone dengan Puatta Mulaiye Panreng untuk dilanjutkan oleh anak saya”.Setelah orang Bone kembali, hanya satu malam saja Arumpone meninggal dunia.
Silsilah
La Saliyu Karampeluwa dikawinkan oleh orang tuanya
dengan sepupunya yang bernama We Tenri Roppo anak pattola (putri
mahkota) Arung Paccing. Dari perkawinan itu lahirlah We Banrigau Daeng
Marowa digelar MakkaleppiE kemudian menjadi Arung Majang, We Pattana
Daeng Mabela. Sementara bagi orang Bukaka, sebahagian dibawa ke Majang.
Mereka itulah yang menjadi rakyat MakkaleppiE yang mendirikannya Sao
LampeE di Bone, yang diberi nama Lawelareng. Oleh karena itu, maka
digelarlah MakkaleppiE–Massao LampeE Lawelareng. Bagi orang banyak
menyebutnya, Puatta Lawelareng.
Anak La Saliyu Karampeluwa dengan isterinya We Tenri Roppo Arung
Paccing, adalah ; We Banrigau Daeng Marowa MakkaleppiE kawin dengan
sepupunya yang bernama La Tenri Bali Arung Kaju. Dari perkawinan itu
lahirlah La Tenri Sukki, La Panaungi To Pawawoi Arung Palenna, La
Pateddungi To Pasampoi, La Tenri Gora Arung Cina juga Arung di Majang,
La Tenri Gera’ To Tenri Saga, La Tadampare (meninggal dimasa kecil), We
Tenri Sumange’ Da Tenri Wewang, We Tenri Talunru Da Tenri Palesse.
Adapun anak La Saliyu Karampeluwa dari isterinya yang bernama We
Tenro Arung Amali yaitu La Mappasessu kawin dengan We Tenri Lekke’.La Saliyu Karampeluwa tiga bersaudara. Saudara perempuannya yang
bernama We Tenri Pappa kawin dengan La Tenri Lampa Arung Kaju melahirkan
La Tenri Bali (suami We Banrigau), sedangkan saudara perempuannya yang
bernama We Tenri Roro kawin dengan La Paonro Arung Pattiro, lahirlah La
Settia Arung Pattiro yang selanjutnya kawin dengan We Tenri Bali.