Jumat, 23 November 2012

Raja Bone III (La Saliyu Karampeluwa 1424–1496)

Masa Pemerintahan

Bertahtahnya La Saliyu di Kerajaan Bone tidak serta merta menghilangkan peran penting saudara sepupunya, To Suwalle dan To Sulawekka.Tugas berat justru menantinya. Ayahandanya (La Ummasa) memberi tugas kepada keduanya untuk menjalankan roda pemerintahan sementara mengingat La Saliyu masih bayi. To Sulawekka diserahi tugas untuk mengurus hubungan dengan kerajaan luar, semacam Menteri Luar Negeri, dalam hal ini dikenal dengan istilah Makkedang Tana. Sementara To Suwalle dipercaya memangkunya jabatan sebagai juru bicara yang bertugas memutuskan segala sesuatu yang berhubungan dengan kebijakan-kebijakan kerajaan. Jabatan ini lah yang kemudian pada pemerintahan raja-raja selanjutnya menjadi jabatan strategis, yakni sebagai To Marilaleng. Oleh karena itu, La Ummasa juga merupakan orang yang pertama kali memperkenalkan dasar-dasar sistem perintahan di kerajaan Bone.



Memasuki usia dewasa, barulah La Saliyu Karampeluwa mengunjungi orang tuanya di Palakka. Sesampainya di Palakka, kedua orang tuanya sangat gembira dan diberikanlah pusakanya yang menjadi miliknya, juga Pasar Palakka. Sejak itu orang tidak lagi berpasar di Palakka tapi pindah ke Bone.

Pada masa pemerintahannya, La Saliyu Karampeluwa sangat dicintai oleh rakyatnya karena memiliki sifat-sifat; rajin, jujur, cerdas, adil dan bijaksana. Ia juga dikenal pemberani dan tidak pernah gentar menghadapi musuh. Konon sejak masih bayi tidak pernah terkejut bila mendengarkan suara-suara aneh atau suara-suara besar.

La Saliyu Karampeluwa pulalah yang memulai mengucapkan ada passokkang (mosong/angngaru) terhadap musuh, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh arung-arung terdahulu seperti yang tercatat dalam Galigo. Ia pula yang membuat bate (bendera) yang bernama; CellaE ri abeo dan CellaE ri atau (Merah di sebelah kiri dan Merah di sebelah kanan WoromporongE).

Pada saat itu orang Bone terbagi atas tiga bahagian dan masing-masing bahagian bernaung di bawah bendera tersebut. Yang bernaung di bawah bendera WoromporongE adalah Arumpone sendiri dan orang Majang sebagai pembawanya. Yang bernaung di bawah bendera CellaE ri atau adalah orang Paccing, Tanete, Lemolemo, Melle, Macege, Belawa pembawanya adalah Kajao Paccing. Sedangkan yang bernaung di bawah bendera CellaE ri abeo adalah orang Araseng, Ujung, Ta’, Katumpi, Padaccengnga, Madello, pembawanya adalah Kajao Araseng.

Untuk memperluas wilayah kerajaannya, La Saliyu Karampeluwa menaklukkan negeri-negeri sekitarnya seperti; Pallengoreng, Sinri, Anro Biring, Melle, Sancereng, Cirowali, Bakke, Apala, Tanete, Attang Salo, Soga, Lampoko, Lemoape, Bulu Riattang Salo, Parigi, Lompu. Pada masa pemerintahannya dia mempersatukan orang Bone dengan orang Palakka yang membuat Palakka sebagai wilayah bawahan dari Bone.

Beberapa negeri berikutnya menyatakan diri bernaung di bawah pemerintahannya, seperti; LimampanuwaE ri Alau Ale’ (Lanca, Otting, Tajong, Ulo dan Palongki). Datang pula Arung Baba UwaE yang bernama La Tenri Waru menemui menantunya menyatakan bernaung di bawah Kerajaan Bone. Begitu pula Arung Barebbo dan Arung Pattiro yang bernama La Paonro menemui iparnya menyatakan bernaung di bawah Kerajaan Bone, juga Arung Cina, Ureng dan Pasempe.

Arung Kaju yang bernama La Tenri Bali di samping datang untuk menyatakan diri bergabung dengan Bone, sekaligus melamar anak Arumpone yang bernama We Banrigau dan dutanya diterima.Selanjutnya Arung Ponre, LimaE Bate ri Attangale’, AseraE Bate ri Awangale’ datang bergabung dengan Bone. Boleh dikata pada saat pemerintahannya, seluruh wilayah disekitarnya menyatakan diri bergabung dengan Bone.

La Saliyu Karampeluwa dikenal sangat mencintai dan menghormati kedua orang tuanya. Hamba sendirinya dikeluarkan dari Saoraja dan ditempatkan di Panyula. Sementara hamba yang didapatkan setelah menjadi Arumpone di tempatkan di Limpenno. Orang Panyula dan orang Limpennolah yang mempersembahkan ikan. Dia pula yang menjadi pendayung perahunya dan pengusungnya jika Arumpone bepergian jauh.

Masa Akhir Pemerintahan

Setelah genap 72 tahun menjadi Mangkau’ di Bone, dikumpulkanlah seluruh orang Bone dan menyampaikan bahwa, ”Saya mengumpulkan kalian untuk memberitahukan bahwa mengingat usia saya sudah tua dan kekuatan saya sudah semakin melemah, maka saya bermaksud untuk memindahkan kekuasaan saya sebagai Mangkau’ di Bone. Pengganti saya adalah anak saya yang bernama We Banrigau Daeng Marowa yang digelar MakkaleppiE-Arung Majang”.

 

Mendengar itu, semua orang Bone menyatakan setuju. Maka dikibarkanlah bendera WoromporongE. Setelah itu berkata lagi Arumpone,”Di samping saya menyerahkan kekuasaan, juga saya serahkan perjanjian yang telah disepakati oleh orang Bone dengan Puatta Mulaiye Panreng untuk dilanjutkan oleh anak saya”.Setelah orang Bone kembali, hanya satu malam saja Arumpone meninggal dunia.

 

Silsilah

La Saliyu Karampeluwa dikawinkan oleh orang tuanya dengan sepupunya yang bernama We Tenri Roppo anak pattola (putri mahkota) Arung Paccing. Dari perkawinan itu lahirlah We Banrigau Daeng Marowa digelar MakkaleppiE kemudian menjadi Arung Majang, We Pattana Daeng Mabela. Sementara bagi orang Bukaka, sebahagian dibawa ke Majang. Mereka itulah yang menjadi rakyat MakkaleppiE yang mendirikannya Sao LampeE di Bone, yang diberi nama Lawelareng. Oleh karena itu, maka digelarlah MakkaleppiE–Massao LampeE Lawelareng. Bagi orang banyak menyebutnya, Puatta Lawelareng.

Anak La Saliyu Karampeluwa dengan isterinya We Tenri Roppo Arung Paccing, adalah ; We Banrigau Daeng Marowa MakkaleppiE kawin dengan sepupunya yang bernama La Tenri Bali Arung Kaju. Dari perkawinan itu lahirlah La Tenri Sukki, La Panaungi To Pawawoi Arung Palenna, La Pateddungi To Pasampoi, La Tenri Gora Arung Cina juga Arung di Majang, La Tenri Gera’ To Tenri Saga, La Tadampare (meninggal dimasa kecil), We Tenri Sumange’ Da Tenri Wewang, We Tenri Talunru Da Tenri Palesse.

Adapun anak La Saliyu Karampeluwa dari isterinya yang bernama We Tenro Arung Amali yaitu La Mappasessu kawin dengan We Tenri Lekke’.La Saliyu Karampeluwa tiga bersaudara. Saudara perempuannya yang bernama We Tenri Pappa kawin dengan La Tenri Lampa Arung Kaju melahirkan La Tenri Bali (suami We Banrigau), sedangkan saudara perempuannya yang bernama We Tenri Roro kawin dengan La Paonro Arung Pattiro, lahirlah La Settia Arung Pattiro yang selanjutnya kawin dengan We Tenri Bali.