Sabtu, 29 Desember 2012

Andi Taufan Tiro, Politisi Muda yang Kreatif

ATT (Andi Taufan Tiro), politisi muda, wirausahawan, profesional, yang kini maju sebagai Calon Bupati Kabupaten Bone (2013-2018), adalah putera asli kelahiran Bone, Sulawesi Selatan. Bersama Partai Amanat Nasional (PAN), jaringan pendukung, dan kekuatan politik lain, dirinya terus bekerja keras dan cerdas. Agar bisa lolos sebagai pemenang. Sokongan penuh juga berasal dari pendampingnya, Calon Wakil Bupati Kabupaten Bone, yaitu Andi Promal Pawi. Sungguh, dua nama ini, yang dikenal dengan inisial ATT-PRO, adalah energi besar dalam menggerakkan aneka perubahan di Bone. Karena menggabungkan dua kombinasi penting dalam menghela pembangunan, yaitu politisi-profesional dengan birokrat-pengabdi publik.

Andi Taufan Tiro
Saat ini, Andi Taufan Tiro tercatat sebagai Anggota DPR RI, Fraksi PAN. Beliau mengabdi di Komisi V DPR RI, yang membidangi infrastruktur, perumahan rakyat, perhubungan, BMKG, dan pembangunan daerah tertinggal.Sebelum menyandang status legislator (anggota DPR), Andi Taufan Tiro adalah pengusaha dan profesional muda. Kiprahnya berpijak di dua poros, yaitu di daerah (Makassar dan Bone) dan di pusat (Jakarta). Hingga itu, tak heran namanya beredar di mana-mana. Sosoknya pun dikenal sebagai wirausahawan muda yang ulet, tangguh, dan kreatif. Sejatinya, semua petik kemampuan yang ia raih, tak datang tiba-tiba. Melainkan berasal sedari muda.

Sejak masa belia, Andi Taufan Tiro dikenal sebagai anak yang suka belajar. Disiplin dalam menekuni ilmu. Meski sebagaimana anak-anak seusianya, ia juga terkenal bandel. Hingga itu, dikalangan sanak-saudara, ia tak selalu dipanggil dengan nama aslinya, melainkan juga dengan sebutan Anak yang nakal.

Berikutnya, di masa remaja dan muda, ketekunannya untuk belajar dan mencintai pengetahuan tak pernah bergeser. Anehnya, hal ini juga diikuti oleh kenakalannya yang kian menjadi. Ia terkenal sebagai pelajar yang “bergaul” di kalangan kelompok yang suka bikin onar. Tapi tentu, ada batas dan prinsip tertentu, yang tak pernah ia langgar. Misalnya, tak pernah berani mencederai amanat orang tua.

Masa pencarian jati diri itupun berlanjut ketika duduk di kursi perguruan tinggi. Kadar emosionalnya mulai sedikit matang, meski kiprah sebagai anak muda yang gaul tetap berlangsung. Namun satu hal yang di saat itu sudah jelas: ia mencintai ilmu-ilmu eksakta. Tak ayal, ia pun cukup mudah mengikuti aneka mata kuliah di Fakultas Teknik, di salah satu perguruan tinggi di Makassar.

Melihat profil singkatnya itu, tak heran jika Andi Taufan Tiro kini berkibar sebagai politisi muda yang selalu menggerakkan aspirasi perubahan dan perbaikan. Lantaran ia memiliki latar keilmuan yang sepadan, juga perjalanan hidup yang keras penuh tantangan, serta jejak profesionalitasnya yang membutuhkan kecerdasan berkreasi.
Read More

Jumat, 28 Desember 2012

Febrian Adhitya, Putra Bone Sukses di Sinema

Febrian Adhitya
Satu lagi karya anak bangsa yang harus diberikan apresiasi. Febrian Adhitya kelahiran  Bone, 02 Februari 1972. Dia dibesarkan di Desa Pattimpa, Kecamatan ponre dan dia menghabiskan masa kecilnya di kampung tersebut.

Febrian Adhitya menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Pattimpa dan SLTP-nya juga di desa tersebut. Febrian yang dikenal semasa kecilnya namanya Herman melanjutkan pendidikan menengah atas di SUMP Waetuo, Kecamatan Tanete Riattang Timur.

Setelah tamat di SUMP Waetuwo, hati Febrian bergejolak dan membuang diri di Jakarta. “Saya membuang diri di Jakarta setelah tamat di SUMP dan di Jakarta.” Ungkapnya saat Lounching Film di Kecamatan Ponre, Selasa (3/4).

Lanjut dia menceritakan, di Jakarta dia dipungut oleh ‘Orang Film’ dan dibesarkan bahkandisekolahkan oleh orang itu. “Dia adalah H. Berti Ibrahim,” sambungnya sambil melirik kea rah H. Berti yang duduk di sebelahnya.
    
Febrian menceritakan pengalamannya dengan meneteskan air mata. “ saya disekolahkan oleh H. Berti Ibrahim sampai berhasil meraih gelar Master (S.2) Sinematografi. Dari perjalanan hidup saya, saya banyak bergaul dengan dunia perfilmandan akhirnya saya bias jadi sutradara dan produser sekaligus actor. Sekarang bekerja sebagai staf Ahli Kementrian Pariwisata dan ekonomi kreatif,” kuncinya.

Sumber : Tribun Bone
Read More

Jumat, 07 Desember 2012

Raja Bone VI (La Uliyo Bote’E 1543 – 1568)

La Uliyo Bote’E menggantikan ayahnya La Tenri Sukki sebagai Mangkau’ di Bone. Digelar Bote’E karena dia memiliki postur tubuh yang subur (gempal). Konon sewaktu masih kanak-kanak ia sudah kelihatan besar dan kalau diusung, pengusung lebih dari tujuh orang. La Uliyo dikenal suka menyabung ayam, kawin dengan We Tenri Wewang DenraE anak Arung Pattiro MaggadingE dengan isterinya We Tenri Sumange’. Arumpone inilah yang pertama didampingi oleh Kajao Laliddong. Dia pulalah yang mengadakan perjanjian dengan KaraengE ri Gowa yang bernama Daeng Matanre. Dalam perjanjian tersebut dijelaskan Sitettongenna SudengngE – Lateya Riduni di Tamalate.

”Kalau ada kesulitan Bone, maka laut akan berdaun untuk dilalui oleh orang Mangkasar. Kalau ada kesulitan orang Gowa, maka gundullah gunung untuk dilalui orang Bone. Tidak saling mencurigai, tidak saling bermusuhan Bone dengan Gowa, saling menerima dan saling memberi, siapa yang memimpin Gowa, dialah yang melanjutkan perjanjian ini, siapa yang memimpin Bone dialah yang melanjutkan perjanjian ini sampai kepada anak cucunya. Barang siapa yang mengingkari perjanjian ini, pecahlah periuk nasinya – seperti pecahnya telur yang jatuh ke batu”.

Arumpone inilah yang mengalahkan Datu Luwu yang tinggal di Cenrana. Pada masa pemerintahannya pulalah Bone mulai dikuasai oleh Gowa. Dalam lontara’ dijelaskan bahwa KaraengE ri Gowa duduk bersama Arumpone di sebelah selatan Laccokkong. Pada saat itu antara orang Bone dengan orang Gowa saling membunuh. Kalau orang Gowa yang membunuh, maka Arumpone yang mengurus jenazahnya. Begitu pula kalau orang Bone yang membunuh, maka KaraengE ri Gowa yang mengurus jenazahnya. Arumpone ini pula yang menemani KaraengE ri Gowa pergi meminta persembahan orang Wajo di Topaceddo. Setelah genap 25 tahun menjadi Mangkau’ di Bone, dikumpulkanlah seluruh orang Bone. Setelah semuanya berkumpul, disampaikanlah bahwa,”Saya akan menyerahkan Akkarungeng ini kepada anakku yang bernama La Tenri Rawe”.

Mendengar pernyataan Arumpone tersebut, seluruh orang Bone setuju. Maka dilantiklah anaknya menjadi Arumpone. Acara pelantikan itu berlangsung meriah selama tujuh hari tujuh malam.Karena kedudukannya sebagai Arumpone telah diserahkan kepada anaknya, maka La Uliyo Bote’E hanya bolak balik antara isterinya di Bone dengan isterinya di Mampu.La Uliyo Bote’E pernah memarahi kemenakannya yang bernama La Paunru dengan sepupunya yang menjadi Arung Paccing yang bernama La Mulia. Keduanya pergi meminta bantuan kepada Kajao Laliddong agar diminta maafkan. Tetapi sebelum rencana itu terlaksana, La Uliyo Bote’E pergi ke Mampu untuk menyabung ayam. Tiba-tiba ia melihat kemenakannya dan sepupunya membuat hatinya semakin dongkol. Ia pun segera kembali ke Bone.La Paunru dan La Mulia berpendapat lebih baik kita menyerahkan diri kepada Kajao Laliddong di Bone untuk selanjutnya diminta maafkan kepada Bote’E. Makanya setelah Bote’E meninggalkan Mampu, keduanya mengikut dari belakang.

Setelah sampai di Itterung, La Uliyo Bote’E menoleh ke belakang, dilihatnya La Paunru bersama La Mulia berjalan mengikutinya. Karena disangkanya La Paunru dan La Mulia berniat jahat terhadapnya, maka ia pun berbalik menyerangnya. La Paunru dan La Mulia walaupun tidak bermaksud melawan, namun karena terdesak oleh serangan La Uliyo akhirnya keduanya terpaksa melawan. Dalam perkelahian tersebut, baik La Paunru maupun La Uliyo tewas di tempat, sedangkan La Mulia dibunuh oleh orang yang datang membantu La Uliyo.Sejak itu, digelarlah La Uliyo Bote’E MatinroE ri Itterung. Adapun anak La Uliyo Bote’E dari isterinya yang bernama We Tenri Wewang DenraE, adalah La Tenri Rawe BongkangE. Inilah yang menggantikannya sebagai Mangkau’ di Bone. La Tenri Rawe kawin dengan We Tenri Pakiu Arung Timurung MaccimpoE. Anak berikutnya adalah La Inca, dialah yang menggantikan saudaranya menjadi Mangkau’ di Bone. La Inca kawin dengan janda saudaranya, We Tenri Pakiu Arung Timurung MaccimpoE. Anaknya yang berikut, We Lempe yang kawin dengan sepupu dua kalinya yang bernama La Saliwu Arung Palakka, anak dari We Mangampewali I Damalaka dengan suaminya La Gome. Dari perkawinan ini lahirlah La Tenri Ruwa Arung Palakka MatinroE ri Bantaeng.

Selanjutnya We Tenri Pakkuwa, kawin dengan La Makkarodda To Tenri Bali Datu Mario. Sesudah We Tenri Pakkuwa adalah We Danra MatinroE ri Bincoro. Tidak disebutkan turunannya dalam lontara.’ Adapun anak La Uliyo Bote’E dari isterinya yang bernama We Tenri Gau Arung Mampu adalah We Balole I Dapalippu. Inilah yang kawin dengan paman sepupu ayahnya yang bernama La Pattawe Arung Kaju MatinroE ri Bettung, anak dari saudara La Tenri Sukki MappajungE yang bernama La Panaongi To Pawawoi Arung Palenna dengan isterinya We Tenri Esa’ Arung Kaju. Sesudah We Balole adalah Sangkuru’ Dajeng Petta BattowaE Massao LampeE ri Majang. Dia digelar pula sebagai Arung Kung, tidak disebutkan keturunannya dalam lontara’.
Read More

Senin, 03 Desember 2012

Goa Mampu, Goa yang Terkutuk

Goa Mampu adalah gua terluas di Sulawesi Selatan, legenda gua Mampu ini jauhnya kira-kira 140 km dari kota Makassar dalam penambahan untuk stalagmites dan stalagtites terdapat susunan batu yang mirip dengan sosok manusia dan binatang, semuanya memiliki legenda yang nyata.Gua yang terletak di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan ini, tidak hanya sekedar gua. Terlebih buat masyarakat di sekitar Gua Mampu, demikian nama gua ini. Gua Mampu, sarat dengan cerita legenda yang begitu dipercaya.

Akses Masuk Menelusuri Goa Mampu
Gua Mampu yang luasnya sekitar 2000 meter persegi, terletak di Desa Cabbeng, Kecamatan Dua Boccoe, yang berjarak 34 kilometer dari Watampone, ibukota Kabupaten Bone.

Legenda Alleborenge Ri Mampu, yang berkembang seputar gua, diyakini secara turun-temurun, sebagai suatu kebenaran. Konon, di Gua Mampu ini pernah berdiri Kerajaan Mampu. Namun karena kutukan dewa, penghuni kerajaan ini, termasuk binatang dan benda-benda lainnya berubah menjadi batu.Bongkahan batu yang mirip manusia, binatang, dan lainnya, memang banyak ditemui di dalam gua ini. Gambaran ini bak diorama kehidupan manusia di jaman dulu, di masa-masa Kerajaan Mampu.

Sepasang muda-mudi yang dikutuk karena melakukan Perbuatan Asusila
Legenda yang berkembang tentang Gua Mampu ini, juga ditemui dalam lontar Bugis kuno, yang berkisah tentang perkampungan yang terkena kutukan sang dewata. Di dalam Gua Mampu, juga ditemui stalagtit dan stalagmit,yang menambah keindahan interiornya.Gua yang terbentuk dari proses alam, selama ratusan tahun ini, belum seluruhnya berhasil ditelusuri. Bahkan belum separuhnya. Baru 700 dari 2000-an meter persegi yang berhasil dilihat.


Namun demikian, cerita legenda yang berkembang pada masyarakat tentang Gua Mampu, telah membuat gua ini dikunjungi banyak orang. Motivasinya macam-macam.ada yang sekedar melihat-lihat, ada pula yang mencari berkah,yang rela bermalam di dalam gua.
 
Buaya yang diyakini dikutuk mejadi Batu
Para pengunjung,tidak bisa langsung begitu saja memasuki gua. Mereka harus melengkapi dirinya dengan alat penerangan. Sejumlah bocah kecil dengan obor bambu di tangan, telah siap mengantar pengunjung menelusuri gua. Bocah-bocah ini selain menyewakan obor bambunya, juga mampu menjadi pemandu gua yang baik. Mereka paham cerita seputar gua,lengkap dengan bumbu-bumbunya.

Seekor rusa yang masuk dalam perangkap
Perempuan yang sedang melahirkan ikut menjadi batu
Seorang putri dan Seekor anjing yang diyani menjadi penyebab dikutuknya tempat ini
Hari Minggu, dan hari besar keagamaan, menjadi hari-hari yang ditunggu anak-anak ini. Pada saat-saat itu pengunjungnya membludak, yang artinya mendatangkan rezeki lebih banyak buat mereka. Selama 2 jam mendampingi pengunjung gua, biasanya anak-anak kecil seperti Budi ini, mendapat tips lima ribu rupiah.  

Sayangnya, obor bambu yang banyak dipakai ini, asapnya menyisakan arang hitam yang menempel di atap dan dinding gua. Sehingga kesan kotor, sulit dihindari. Namun meski demikian, kawanan kalelawar yang bersarang di gua ini, masih setia mendiami Gua Mampu. Bahkan kehadirannya yang telah puluhan tahun ini, mewarnai Gua Mampu. Kesakralan Gua Mampu, masih terjaga hingga kini. Terlepas dari cerita-cerita rakyat Goa Mampu, seyogyanya ada nila pembelajaran yang bisa kita petik dari kejadian tersebut. Tinggal bagaimana masyarakat sekitar gua, menjaga cerita legenda yang menghiasi gua ini.
 

http://songkeng-bonekoe.blogspot.com/

 

 



 
Read More

Raja Bone V (La Tenri Sukki 1516 – 1543)

Dalam  Lontaraq Akkarungeng ri Bone, disebutkan bahwa Raja Bone V, La Tenrisukki adalah pewaris takhta dari ibunya, I Benriwa Gau. Arumpone ini kawin dengan sepupu satu kalinya, We Tenri Songke anak dari La Mappasessu dengan We Tenri Lekke. Dari perkawinan ini lahirlah La Uliyo Bote’E yang kawin dengan sepupunya We Tenri Wewang DenraE anak saudara kandung La Tenri Sukki bernama We Tenri Sumange’ dengan suaminya La Tenri Giling Arung Pattiro MaggadingE, La Panaongi To Pawawoi yang kemudian menjadi Arung Palenna. La Panaongi kawin dengan We Tenri Esa’ Arung Kaju saudara perempuan We Tenri Songke’. Dari perkawinan ini lahirlah La Pattawe Daeng Sore MatinroE ri Bettung.
 
Anak La Tenrisukki yang lain adalah La Pateddungi To Pasampoi kawin dengan We Malu Arung Toro melahirkan anak perempuan bernama We Tenri Rubbang Arung Pattiro. La Tenri Gera’ To Tenri Saga MacellaE Weluwa’na menjadi Arung Timpa. Inilah yang kawin dengan We Tenri Sumpala Arung Mampu, anak dari La Potto To Sawedi Arung Mampu Riaja dengan isterinya We Cikodo Datu Bunne. Dari perkawinan ini lahirlah We Mappewali I Damalaka. Inilah yang kawin dengan anak sepupunya La Gome To Saliwu Riwawo, lahirlah La Saliwu Arung Palakka dan juga Maddanreng Mampu. La Saliwu yang kawin dengan Massalassae’ ri Palakka bernama We Lempe, darinya lahirlah La Tenriruwa Matinroe ri Bantaeng. 

Selanjutnya La Tenri Sukki melahirkan La Tadampare (meninggal dimasa kecil). Berikutnya We Tenri Sumange Ida Tenri Wewang kawin dengan La Tenrigiling Arung Pattiro MaggadingE anak dari La Settia Arung Pattiro dengan isterinya We Tenri Bali. Lahirlah We Tenri Wewang DenraE yang kemudian kawin dengan sepupunya La Uliyo Bote’E. Anak berikutnya adalah We Tenri Talunru Ida Tenri Palesse. Kemudian We Tenri Gella kawin dengan La Malesse Opu Daleng Arung Kung. Lahirlah We Tenrigau yang kemudian kawin dengan La Uliyo Bote’e, lahirlah We Temmaroe’ yang kawin dengan La Polo Kallong anak La Pattanempunga, turunan ManurungE ri Batulappa.

Istana Luwu
La Tenrisukki merupakan Arumpone (Raja Bone) pertama yang disebutkan memiliki hubungan dengan kerajaan besar lain di Sulawesi Selatan. Arumpone ini memerintah di akhir Abad XV sampai permulaan Abad XVI. Di masa kekuasaannya, La Tenrisukki berhasil memukul mundur serangan militer Pajung Luwu, Dewaraja Batara Lattu. Angkatan laut Luwu Mula-mula mendarat dan membuat basis pertahanan di Cellu, sementara pasukan Bone berkedudukan di Biru-biru. Strategi militer Bone adalah memancing Luwu dengan beberapa perempuan. Pancingan ini berhasil mengelabui Luwu sehingga saat perang pasukan Dewaraja mulanya menyangka tidak ada laki-laki. hingga bersemangat menghadapi perempuan - perempuan tersebut. Namun dari belakang muncul laki-laki dengan jumlah yang amat banyak, sehingga orang Luwu berlarian ke pantai untuk naik ke perahunya. 

Setelah perang selesai (Perang itu dikenal dengan ”Perang Cellu”, karena Angkatan Perang Luwu berlabuh di Cellu sebelum menyerang Bone. Perang Cellu dimenangkan oleh passiuno Bone. Luwu kalah dan pajung kebesaran Luwu diserahkan kepada Raja Bone). Arumpone dan Datu Luwu mengadakan pertemuan. Arumpone mengembalikan payung warna merah itu kepada Datu Luwu, tetapi Datu Luwu mengatakan, ”Ambillah itu payung sebab memang engkaulah yang dikehendaki oleh Dewatae’ untuk bernaung dibawahnya. Walaupun bukan karena perang engkau ambil, saya akan tetap berikan. Apalagi saya memang memiliki dua payung”. Sejak peristiwa itu, La Tenri Sukki digelari Arung MappajungE (raja yang memakai payung).  (Kasim, 2002 dalam Makkulau, 2009). 

Paska Perang Cellu, Arumpone mengadakan perjanjian dengan Datu Luwu To Serangeng Dewaraja yang disebut Polo Malelae’ ri Unnyi (Gencatan senjata di Unnyi), karena terjadi di Kampung Unnyi. Arumpone La Tenri Sukki berkata, ”Alangkah baiknya kalau kita saling menghubungkan Tana Bone dengan Tana Luwu”. Menjawab Datu Luwu, ”Baik sekali pendapatmu itu, Arumpone”. Maka disepakatilah Ulu Ada (Perjanjian) sebagai berikut :

1. Mali siparappeki, mareba sipatokkoki, dua ata seddi puang, Gaukna Luwu Gaukna Bone, manguruja manguru deceng. (Kita naikkan yang hanyut, kita tegakkan yang rebah. Dua rakyat satu raja, tindakan Luwu tindakan Bone sama – sama menanggung buruk baiknya. Maksudnya, kita bantu bagi yang membutuhkan bantuan, rakyat dan raja Luwu bersatu dengan rakyat dan raja Bone dalam menghadapi segala tantangan). 

2. Tessipamate matei, sisappareng akkenunggi, tessibawang pawengngi, tessitajeng alilungngi. (Tidak saling mematikan, saling menunjukkan hak milik, tidak saling menghina, dan tidak saling mencarikan kesalahan. Maksudnya, Bone dan Luwu jangan saling mencelakakan, tetapi mestinya saling menghormati dan menghargai hak milik masing – masing). 

3. Namauna siwennimua lettukna to Bone ro Luwu, Luwuni. Namauna siwennimua lettukna Luwue ri Bone, to Boneni. (Walaupun baru satu malam orang Bone di Luwu, maka mereka sudah menjadi orang Luwu, walaupun baru satu malam orang Luwu sampai di Bone, maka mereka sudah menjadi orang Bone. Maksudnya, orang Luwu ataupun orang Bone diperlakukan sama, dihargai, dan dihormati sama seperti kalau mereka berada di negeri sendiri, di Luwu ataupun di Bone). 

4. Tessiagelliang tessipikki, bicaranna Bone bicaranna Luwu, Adeqna Bone adekna Luwu, Adeqna Luwu adekna Bone.  (Tidak saling memarahi dalam kesulitan, masalahnya Luwu masalahnya Bone, adatnya Bone adatnya Luwu. Maksudnya, Luwu dan Bone bersama – sama bertekad menyelesaikan masalah mereka berdasarkan ketentuan hukum adat masing – masing). 

5. Tessiacinnaiyangngi ulaweng matasa, Pattola malampe’. (Tidak saling menginginkan emas murni dan calon pengganti yang panjang. Maksudnya, Bone dan Luwu tidak saling mencampuri masalah urusan dalam negeri masing – masing). 

6. Niginigi temmaringngerang ri ulu adae, iyya risering parowo ri Dewatae lettu ritorimunrinna. Iyya makkuwa ramunramunna, apu apunna ittello riaddampessangnge ri batue tanana. (Barangsiapa yang mengingkari perjanjian perdamaian ini, maka dialah akan disapu seperti sampah oleh Dewata sampai anak cucunya, dan negerinya akan hancur seperti telur yang dihempaskan di batu. Maksudnya, bila Luwu ataupun Bone mengingkari perjanjian perdamaian tersebut, maka akan mendapat kutukan dari Dewata). 


    Usai Perjanjian Polo MalelaE ri Unnyi ini, kedua raja ini, Arumpone dan Datu Luwu kemudian kembali ke negerinya. Keseluruhan substansi perjanjian Unnyi tersebut tidak mengandung unsur yang menetapkan tentang pembayaran kerugian perang dari pihak Luwu (yang kalah perang) kepada pihak Bone (yang menang perang). Dengan demikian perjanjian perdamaian tersebut menyimpang dari kelaziman perjanjian gencatan senjata, yang pada umumnya menetapkan sanksi kerugian perang yang harus dibayar oleh negara agresor yang kalah perang. Hal ini menunjukkan pendekatan kekeluargaan Arung Mangkaue La Tenrisukki kepada Datu Luwu, Dewaraja. 

    Berdasarkan substansi materi perjanjian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya Perjanjian Uunyi adalah perjanjian persekutuan antara Bone dan Luwu. Persekutuan semacam ini, baru untuk pertama kalinya terjadi dalam Sejarah Kerajaan Bone. Arti strategis Polo Malelae ri Unnyi bagi Bone, adalah suatu sukses di bidang politik dan militer. Dengan peristiwa tersebut menampatkan Bone dalam posisi strategis dan prestise yang kuat terhadap kerajaan – kerajaan kecil di sekitar Kerajaan Bone bahkan juga kerajaan – kerajaan lainnya di kawasan Sulawesi Selatan. (Kasim, 2002). 

      Dimasa pemerintahan La Tenri Sukki, terjadi pula permusuhan antara orang Bone dengan orang Mampu. Pertempuran terjadi di sebelah selatan Itterung, diburu sampai di kampungnya. Arung Mampu La Pariwusi kalah dan menyerahkan persembahan. Arung Mampu berkata, ”Saya serahkan sepenuhnya kepada Arumpone, asalkan tidak menurunkan saya dari pemerintahanku”. Arumpone menjawab, ”Saya akan mengembalikan persembahanmu dan saya akan mendudukkanmu sebagai Palili Bone. Akan tetapi engkau harus berjanji untuk tidak berpikir jelek dan jujur sebagai pewaris harta benda”. Sesudah itu, dilantiklah Arung Mampu memimpin negerinya dan kembalilah Arumpone ke Bone. 

    La Tenri Sukki menjadi Arung Mangkaue’ ri Bone selama 20 tahun. Di saat akhir hidupnya ia mengumpulkan seluruh orang Bone dan menyampaikan, ”Saya sekarang dalam keadaan sakit, apabila saya wafat maka yang menggantikan saya adalah anakku yang bernama La Uliyo”. Setelah pesan itu disampaikan, ia pun menghembuskan nafasnya yang terakhir.

http://sejarah.kompasiana.com/2011/04/18/riwayat-raja-bone-5-la-tenri-sukki-357642.html#



Read More

Raja Bone IV (We Banrigau Daeng Marowa 1496–1516)

We Banrigau Daeng Marowa MakkaleppiE menggantikan ayahnya La Saliyu Karampeluwa sebagai Mangkau’ di Bone. We Banrigau digelar pula Bissu Lalempili dan Arung Majang. Ketika menjadi Mangkau’ di Bone, We Banrigau menyuruh Arung Katumpi yang bernama La Datti untuk membeli Bulu’ Cina (gunung Cina) senilai 90 ekor kerbau jantan. Akhirnya gunung yang terletak di sebelah barat Kampung Laliddong itu benar-benar dibelinya. Kemudian disuruhlah Arung Katumpi untuk menempati gunung tersebut dan sekaligus menjaganya. Karena jennang (penjaga) gunung Arumpone dibunuh oleh orang Katumpi, maka digempurlah Katumpi oleh orang Bone sehingga dirampaslah sawahnya yang ada di sebelah timur dan barat Kampung Laliddong. Saudaranya yang bernama La Tenri Gora itulah yang diserahkan Majang dan Cina, maka La Tenri Gora disebut sebagai Arung Majang dan Arung Cina. Sedangkan anak pertamanya yang bernama La Tenri Sukki dipersiapkan untuk menjadi Mangkau’ di Bone.

Ilustrasi Api
Setelah kurang lebih 18 tahun lamanya dipersiapkan untuk memangku Kerajaan di Bone, maka dilantiklah La Tenri Sukki menjadi Mangkau’ di Bone dan menempati Saoraja Bone. MakkaleppiE bersama anak bungsunya yang bernama La Tenri Gora memilih untuk bertempat tinggal di Cina.Suatu saat ketika berada di Cina, MakkaleppiE naik ke atas loteng rumahnya. Tiba-tiba ada api yang menyala di atas loteng (menurut keyakinan orang disebut = api dewata). Setelah api itu padam, maka MakkaleppiE tidak nampak lagi di tempat duduknya. Oleh karena itu, We Banrigau Daeng Marowa dinamakan MallajangE ri Cina.

La Tenri Sukki yang menggantikan ibunya sebagai Arumpone kawin dengan sepupu satu kalinya yang bernama We Tenri Songke, anak dari La Mappasessu dengan We Tenri Lekke. Dari perkawinan ini lahirlah La Uliyo Bote’E. La Panaongi To Pawawoi yang kemudian menjadi Arung Palenna. La Panaongi kawin dengan We Tenri Esa’ Arung Kaju saudara perempuan We Tenri Songke. Dari perkawinan ini lahirlah La Pattawe Daeng Sore MatinroE ri Bettung.

Anak La Tenri Sukki yang lain adalah ; La Pateddungi To Pasampoi kawin dengan We Malu Arung Toro melahirkan anak perempuan yang bernama We Tenri Rubbang Arung Pattiro. La Tenri Gera’ To Tenri Saga MacellaE Weluwa’na menjadi Arung Timpa. Inilah yang kemudian kawin dengan We Tenri Sumpala Arung Mampu, anak dari La Potto To Sawedi Arung Mampu Riaja dengan isterinya We Cikodo Datu Bunne. Dari perkawinan ini lahirlah We Mappewali I Damalaka. Inilah yang kawin dengan anak sepupunya yang bernama La Gome To Saliwu Riwawo, lahirlah La Saliwu Arung Palakka dan juga maddanreng (menetap) di Mampu. La Saliwu kemudian kawin dengan MassalassaE ri Palakka yang bernama We Lempe, lahirlah La Tenri Ruwa MatinroE ri Bantaeng.

Selanjutnya La Tenri Sukki melahirkan La Tadampare (meninggal dimasa kecil). Berikutnya We Tenri Sumange I Da Tenri Wewang kawin dengan La Tenri Giling Arung Pattiro MaggadingE anak dari La Settia Arung Pattiro dengan isterinya We Tenri Bali. Lahirlah We Tenri Wewang DenraE yang kemudian kawin dengan sepupunya La Uliyo Bote’E.

Anak berikutnya adalah We Tenri Talunru I Da Tenri Palesse. Kemudian We Tenri Gella kawin dengan La Malesse Opu Daleng Arung Kung. Lahirlah We Tenri Gau yang kemudian kawin dengan La Uliyo Bote’E, lahirlah We Temmarowe Arung Kung. Inilah yang kawin dengan La Polo Kallong anak La Pattanempunga, turunan ManurungE ri Batulappa
Read More